“Za…”
“Ya…”
“Pernah kamu membayangkan jika ada
seseorang yang mampu menyentuh hidupmu dengan begitu hebat? Begitu tak
terbayangkan sampai-sampai membuat kamu tidak menyesal karna telah dilahirkan
ke dunia ini?”
“Aku…”
“Kamu harus tahu sesuatu…”
“Soal apa?”
Araka meraih kedua tangan Moza yang
berada di atas meja. Perlahan, dan kemudian genggaman itu menjadi begitu erat. Sangat
erat. Araka pun menatap mata Moza lekat-lekat. Dengan sangat berhati-hati ia
memulai ucapannya kembali.
“Aku, Araka, bersumpah pada Tuhan,
tidak akan mengkhianati seseorang yang telah dikirimkan untuknya padaku. Orang yang
mampu merubah pandanganku akan dunia. Orang yang mampu menyentuh hatiku dengan
begitu dalam. Orang yang mampu membuatku sangat berarti di dunia ini.”
Moza terdiam. Bibirnya kelu. Dan ia
kembali mendengarkan ucapan Araka.
“Kamu lah orang itu. Aku yakin,
datangnya kau di kehidupanku tidak dengan tanpa alasan. Aku mencintai…kamu.”
Moza tersenyum kecil pada Araka. Perlahanpun
Araka mulai melepaskan pegangan tangannya.
Satu detik…
Dua detik…
Tiga detik…
Sepuluh detik…
“Hahahaha…” Tak lama Araka tertawa
sambil mengacak rambut depan Moza. “Payah banget ya gue, mau nembak cewe aja
harus latihan sama lo.”
“Iya, emang lo payah.” Canda Moza. “Ya
sudah sana, biasanya kan jam segini dia udah keluar dari kampusnya.”
Araka langsung bangun dari kursi yang
di dudukinya. “Oke. Doain gue ya. Terimakasih banget loh, Za.” Araka pun
perlahan mulai meninggalkan kafe dimana kini ia dan Moza berada. Tak lama ia
pun menoleh lagi pada Moza sambil tersenyum kecil.
“Hei. Gue tunggu kabar baik dari lo.
Semoga lo juga cepat mendapatkan pendamping hidup.”
Moza hanya tersenyum kecil. Ia tidak
menoleh. Selepas kepergian Araka, perlahan air matanya mulai terjatuh. Perasaan
hati terdalamnya pun ikut menangis. Hati terdalamnya saat ini telah
ditinggalkan. Bukan salah Araka. Araka memang tidak tahu jika Moza sebenarnya
sangat menyukai dirinya. Dan kini, yang bisa Moza lakukan hanya mendoakan
kebahagiaan Araka.
No comments:
Post a Comment