Good Morning, Univers!

i dont know if i've ever felt like that :)

Showing posts with label Letter To Julian. Show all posts
Showing posts with label Letter To Julian. Show all posts

Wednesday, June 27, 2012

Letter to Julian Part 7

“Nak, Julian. Ada yang ingin tante bicarakan dengan kamu.”
“Saya tahu, saya salah.”
“Tidak apa-apa. Nak Julian dengarkan tante dulu…”
“Saya menyayangi Kina, tante…”
“Nak Julian tidak salah. Kina yang salah. Kina yang bertindak seolah-olah dia yang paling mencintai kamu di dunia ini. Kina yang ingin melindungi kamu tanpa sadar kalau dirinya yang paling membutuhkan perlindungan. Baru pernah tante melihat ada orang yang begitu mencintai seseorang sampai-sampai rela mengorbankan harga dirinya, masa depannya, dan kehidupannya sendiri. Kina sangat mencintai kamu melebihi apapun di dunia ini. Kina teramat sangat mencintaimu sampai-sampai ia ingin melindungi kehidupan mu dengan cara apapun.
Semenjak tahu dirinya telah mengandung anak mu, buru-buru ia menarik dirinya dari kehidupan kamu. Ia benar-benar tidak ingin merusak masa depan mu dengan kehamilannya ini. Ia tidak mau melihat kamu bimbang, karna menurutnya hidup jauh lebih berharga ketimbang kehidupannya sendiri. Makadari itu ia pergi meniggalkan mu. Itu adalah pilihannya sendiri. Itu yang menurutnya terbaik untuk orang yang paling dicintainya di dunia ini.
Belum lagi ia juga mencintai anak kalian dengan segenap jiwa raganya. Tante sempat tidak menghendaki kehamilannya. Tapi dengan kesungguhannya ia tetap mempertahankan kehamilannya. Tante melihat dengan mata kepala tante bagaimana kesungguhannya ia mencintai anak mu yang sedang dikandungnya itu. Dia mencintai mu dengan caranya sendiri. Dengan pilihan-pilihan yang ia jalani sendiri.”
“Saya juga sangat mencintai Kina tante. Kalau saja dari awal Kina mau jujur dan mengatakan semuanya, mana mungkin saya mau meninggalkannya. Justru sekarang saya sangat lega ketika tahu anak yang dilahirkannya adalah anak saya. Saya tidak akan lagi membiarkannya menjalani semua ini sendiri.”
“Julian. Tante sangat lega mendengar kalau kamu ternyata juga sangat mencintai Kina. Tujuan tante ingin bertemu dengan Julian hanya ingin menyampaikan hal itu saja. Julian tidak perlu berbuat apa-apa lagi. Satu hal lagi yang nak Julian harus tahu bahwa,”
“……”
“…..”
“Kina telah mencintai mu hingga akhir hayatnya.”

***

Kina meninggal dunia pada saat proses operasi kelahirannya berlangsung.  Bahkan anak dalam kandungannya pun juga tidak terselamatkan. Mami tidak membenci Julian karna anaknya sangat teramat mencintai Julian. Justru ia sangat sedih karna Kina tidak sempat mengetahui kalau ia tidak sedang mencintai seorang diri.
Kemarin, saat menemui Julian, Mami sempat memberikan surat yang ditulis Kina untuk anaknya kepada Julian. Pada hari yang sama Julian pergi ke makam Kina. Dengan lapang dada ia mengikhlaskan apa yang telah terjadi walaupun ia tidak dapat membohongi hatinya yang begitu sedih. Ia menitikan air mata saat berada dipemakaman Kina.
Pemakaman kala itu terlihat semakin sepi. Orang-orang yang mengantar Kina menuju ke tempat peristirahatan terakhir mulai berangsur-angsur pergi. Angin berhembus perlahan. Daun-daun bergoyang perlahan di atas pepohonan. Julian menduduki sebuah kursi taman yang masih berada di sekitar pemakaman. Ia memegang surat yang tadi dititipkan Mami nya Kina kepadanya dan mulai membacanya perlahan. Ia tahu surat itu ditulis Kina dan ditujukan kepada anak mereka yang juga bernama Julian…

Julian sayang,
Maaf kalau Mama gak bisa bersama kamu, nak..
Mama harus pergi ketempat yang jauh.
Tapi kamu harus ingat kalau selamanya Mama akan ada terus di hati kamu.
Jadi anak yang baik ya, nak.
Julian harus sayang sama Nenek, sama Kakak Dira.
Mama sangat menyayangi mereka, jadi Julian juga harus lebih sayang sama mereka.
Dan tentang siapa Papa Julian, Julian ga usah takut.
Dia satu-satunya alasan Mama kenapa begitu menginginkan kamu ada di dunia ini.
Mama mencintai dia lebih dari apapun,
Sama besarnya kepada kamu.
Mama sangat beruntung telah dipertemukan dengan Papa kamu di dunia ini.
Dan Mama yakin, Papa juga sangat mencintai kamu.
Kamu harus tahu satu hal, nak
Kadang ada beberapa hal di dunia ini yang memang tidak bisa dipaksakan.
Seperti kebersamaan Julian, Mama dan Papa.
Namun kita bertiga memiliki hati yang sama yang membuat kita tidak bisa dipisahkan.
Selamanya Mama mencintai kamu, Julian…….

Julian tersenyum membaca kalimat terakhir surat itu. Entah mengapa ia juga merasa jika kalimat terakhir ditujukan kepadanya. Julian melipat surat tersebut sambil sesekali menyeka air matanya. Ia harus tetap menjalani kehidupannya sebaik mungkin. Menghargai apa yang sudah dilakukan Kina untuknya.
Angin sore menerpa wajahnya. Terasa sejuk. Hanya dengan menutup mata, Julian merasa seolah-olah saat ini Kina sedang memperhatikannya. Ia tersenyum bahagia. Julian tidak akan menghabiskan hari-harinya dengan kesedihan. Penyesalan tidak ada gunanya. Ia berjanji pada Kina untuk selalu tegar. Julian tidak akan menyia-nyiakan apa yang telah dikorbankan dan diperjuangkan untuknya.
Tidak ada yang salah dengan perasaan cinta yang dimiliki Kina. Cinta itu datangnya dari Tuhan. Jika kita akan bahagia bila kita tahu bagaimana caranya mencintai dengan tulus tanpa mengharapkan apa-apa. Ia beruntung dicintai oleh Kina sedemikian besarnya. Kina juga pasti mengetahui, jika dirinya juga mencintai Kina….



the end 

Letter to Julian Part 6

Jam menunjukan pukul dua siang. Berkali-kali Mami melihat ke arah jam dinding.
“Udah siang gini kok Kina gak pulang-pulang, ya?”
Awalnya Mami sempat melarang Kina untuk pergi ke kampusnya, namun Kina tetap memaksa.
Saat ini Mami sedang membereskan barang-barang yang ada di kamar Kina. Namun ketika ia membereskan lemari pakaian Kina, sebuah buku diary terjatuh dengan posisi terbuka. Mami memungut buku diary itu dan melihat sebuah foto yang terselip diantara halaman buku diary tersebut. Foto Kina dengan Julian.
Dengan ragu Mami mulai membaca apa yang ditulis Kina dalam buku harian tersebut. Pertama raut wajah Mami biasa-biasa saja, kadang sedikit-sedikit ia tersenyum kecil sambil membuka halaman demi halaman. Namun setelah lama membaca raut wajah Mami mulai berubah. Ia terlihat kaget, marah bahkan lama-lama Mami menangis. Namun terhenti ketika tiba-tiba Dira masuk ke dalam kamar Kina tanpa mengetuk pintu.
“Mami, telfon. Kata nya penting.”
Dira langsung berlari ke luar. Tampaknya setelah memberi kabar itu ia langsung kembali bermain di ruang tamu. Buru-buru Mami menghampir telfon yang ada di ruang tamu tersebut.
“Halo,”
“Halo selamat sore. Benar ini rumah saudari Kina Ratasya?”
“Iya benar. Ini dari siapa ya?” ada perasaan takut dalam hati Mami saat menjawab telfon tersebut.
“Kami dari Rumah Sakit Puri Indah ingin memberi tahukan keluarga saudari Kina, saat ini Kina sedang berada di Rumah Sakit kami. Terimakasih.”
Buru-buru Mami datang ke rumah sakit tersebut. Ia menyuruh Dira untuk menjaga rumah. Dari awal Mami sudah melarang Kina untuk pergi ke kampus karna kandungan Kina yang sudah memasuki bulannya. Perasaan Mami makin kalut, ditambah dengan apa yang baru saja dibacanya di buku diary milik Kina. Mami merasa ia harus segera menghampiri Kina. Menanyakan keadaan Kina dan juga mempertanyakan isi buku harian Kina.
Saat berada di dalam kamar rawat tempat Kina berada, dilihatnya Kina yang terlihat baik-baik saja. Atau mungkin saat itu Kina berusaha terlihat sebaik mungkin di depan Maminya. Mengetahui keadaan Kina yang baik-baik saja, tidak segan-segan Mami langsung mengutarakan isi hatinya.
“Kina! Apa-apaan isi diary ini?” suara Mami terdengar perlahan namun dari nada bicara Mami, Kina tahu jika saat ini Maminya sedang marah. Ia sendiri heran mengapa Mami datang sambil membawa-bawa buku diary-nya tersebut.
 “Kenapa kamu tega sama diri kamu sendiri, Kin? Kenapa kamu membohongi Mami dengan mngatakan kamu membenci Julian? Kenapa ternyata kamu mencintai Julian sampai sebesar ini, Kina?”
“Mami…! Kok datang-datang malah marah-marah sih. Bukannya nanyain keadaan aku.” Kina berusaha tersenyum pada Mami. Seolah-olah Kina sedang tidak ingin membahas apa yang ingin dibicarakan Mami.
“Kalau Mami tahu yang sebenarnya gak akan Mami biarkan kamu menangung ini sendiri. Gak akan Mami biarkan kamu melahirkan anak ini! Mami tahu sekali betapa sakitnya hati Mami saat Papi kamu benar-benar tidak perduli akan kehamilan Mami.”
Kina tidak bisa membohongi perasaan sedih dalam hatinya. Matanya mulai berkaca-kaca. Entah kenapa saat ini seolah bayangan wajah Julian muncul di dalam pikirannya.
Ditatapnya mata Mami lekat-lekat. “Julian gak meninggalkan aku, Mi. Aku yang pergi darinya.” Kina berusaha mengelus wajah Mami. Ia sangat sayang dengan Mami.
“Dan aku gak mau menyerah. Karna aku sudah melihat bukti nyata. Aku melihat Mami sudah berhasil membesarkan aku sampai sekarang seorang diri. Maaf kalau Mami gak mengerti dengan jalan pikiran ku. Maaf kalau aku harus membuat luka dihati Mami semakin dalam. Aku cinta anak ini, Mi. Bahkan kini rasa cinta ku padanya melebihi rasa cinta ku pada Julian. Aku ingin mencintai dia dari sebelum ia lahir ke dunia ini.”
Mami tidak bisa menghentikan tangisnya. Ia memang benar-benar tidak menyangka dengan isi diary Kina yang dengan jelas di situ tertulis jika Kina sangat mencintai Julian. Karna selama ini yang ia tahu Kina sangat memenci Julian, sampai-sampai ia tidak mau jika Julian mengetahui kehamilannya.
Ia menggenggam tangan Kina erat. Dilihatnya wajah Kina yang sangat pucat dan terlihat sekali kalau Kina berusaha menahan rasa sakit yang sedang dirasakannya saat ini. Mami mencoba menghibur Kina dengan tersenyum. Segera mungkin ia mencari bahan obrolan yang lain dengan Kina.
“Ya sudah, sudah.” Mami mengelus kepala Kina. “Tadi Mami sempat bertemu dengan dokter. Dokter bilang badan kamu terlalu lemah untuk melahirkan anak ini secara normal. Kondisi tubuh kamu sedang tidak baik. Maka dari itu, walaupun lebih cepat beberapa minggu dari jadwal seharusnya, selang satu atau dua hari, kamu akan melahirkan anak ini dengan cara di operasi.” Kina hanya tersenyum singkat. Namun matanya menyiratkan kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan. Bibirnya terlihat sangat pucat.
Mami merasa cukup untuk dirinya membahas isi buku harian Kina. Ia baru menyadari kesedihan mendalam yang dirasakan anaknya tersebut.
“Oh iya, cucu Mami nanti mau dikasih nama siapa?”
“Boleh Kina kasih nama Julian?”
Mami  terlihat makin sedih, namun ia tetap berusaha untuk tersenyum. “Boleh sayang. Kamu boleh menamakannya dengan nama apa saja.”
“Mami. Boleh Kina minta Mami untuk janji satu hal sama Kina?”
“Apa sayang?”
“Kita gak akan tahu apa yang akan terjadi nanti. Kalau ada apa-apa sama Kina, Mami janji ya mau jagain Julian. Mami harus sayang sama Julian.”
“Kamu jangan ngomong kayak gitu Kina…”
“Mami janji dulu sama Kina.”
“Pasti. Mami pasti akan menjaga Julian. Tapi Mami yakin kamu yang akan menjaga Julian nantinya. Kamu yang bilang sama Mami kalau sampai kapanpun kamu gak akan menyerah.”
“Di kamar Kina ada surat buat anak Kina nanti Mi. Surat yang Kina sudah persiapkan jika nanti terjadi apa-apa sama Kina. Surat itu Kina tulis untuk Julian nanti. Tapi Kina berharap, Kina sendiri yang nantinya akan membacakan surat itu untuk Julian. Kina sangat ingin merawat Julian dengan tangan Kina sendiri.”
Mami tidak bisa berkata apa-apa lagi. Air mata sudah tidak bisa terbendung lagi. Mata Kina pun terlihat makin sayup.
 “Kina tidur dulu ya, Mi. Kina mulai ngantuk. Semoga oprasi Kina nanti lancar. Kina mau cepat-cepat bertemu sama Julian, anak Kina.”
“Iya Kina. Iya. Kamu pasti akan segera bertemu dengan Julian.”

***

Letter to Julian Part 5

Hi… my baby.
Kina merasa sangat senang. Akhirnya Mami mengizinkan dirinya membesarkan kandungannya sekalipun tanpa seorang Ayah. Bahkan Papi tirinya sendiri ternyata mendukung perbuatan Kina. Menurutnya perbuatan menggugurkan kandungannya sangatlah tidak baik. Tapi Kina tetap boleh membesarkan anaknya kelak asalkan ia mau dinikahkan dengan seseorang pilihan Papi nya. Kina hanya menurut saja. Asalkan bisa membesarkananak yang ada di dalam kandungannya, ia sudah bahagia.
Setiap sore di musim penghujan Kina selalu menghabiskan waktunya dengan duduk di tepi jendela kamar nya yang lumayan lebar dan menghadap ke taman belakang. Ia bisa duduk menyamping. Bersandar pada kusen kayu sambil menaikan kakinya ke atas tempat ia duduk. Di sini ia biasa memandangi butiran-butiran sisa air hujan yang ada di luar jendela. Seperti saat ini.
“Kak Kinaaa…!”
Kina menolah. Suara Dira terdengar sangat keras. Padahal saat itu Dira belum kelihatan masuk ke dalam kamarnya.
Tidak lama muncul sosok Dira yang terlihat sangat berhati-hati membawakan segelas susu untuk Kina. Ia langsung meletakan gelas susu tersebut di atas sebuah meja dan langsung mengusap kedua telapak tangannya.
“Aduh. Panas-panas.” Kina tertawa kecil melihat adiknya itu. Ia pun langsung memberi isyarat supaya Dira mau menghampirinya.
Dira segera menghampiri Kina dan ikut duduk di atas jendela yang cukup rendah untuk dinaiki Dira.
“Kak, kalau bayi-nya udah lahir, berarti aku jadi kakak dong.”
“Bukan. Nanti kamu jadi oom.”
“Ih, Dira kan masih kecil, masa udah jadi oom-oom.”
“Ya udah kalau gitu kamu jadi Kakek-nya ya?”
Dira tertawa geli. “Hahaha… enak aja.”
Kini dilihatnya Dira sedang asik menulis namanya di jendela yang berembun dengan ujung jarinya. Kina menatap Dira dengan lembut. Akhir-akhir ini ia seperti baru menyadari sikapnya yang terkadang sangat cuek pada Dira. Dira yang memang terkadang sangat nakal, namun justru sebenarnya sangat sayang pada Kina. Kina berjanji akan merubah sikapnya menjadi lebih baik pada Dira.
Selama masa kandungannya Kina memang memutuskan untuk cuti dari kuliahnya. Dan selama itu pula ia tidak pernah lagi mendengar kabar dari Julian. Ia sendiri juga tidak mau mencari tahu kabar Julian. Baginya cukup sudah hubungannya dengan pria itu sekalipun saat ini ia sedang mengandung anak dari Julian. Ia hanya memfokuskan perhatiannya kepada anak yang saat ini berada di kandungannya.

***

Beberapa bulan setelah itu…
Usia kandungan Kina sudah menginjak bulan ke delapan. Sudah semakin besar dan sudah mulai sulit untuk melakukan aktifitas seperti biasa. Namun hari ini Kina memutuskan untuk pergi ke kampusnya. Ia ingin mengurus beberapa urusan kampus. Karna ia berniat untuk melanjutkan kuliahnya setelah melahirkan nanti.
Untung tidak terlalu banyak yang dikenalnya, jadi, ketika ia datang ke kampus dengan keadaan perut membesar, tidak akan ada orang yang bertanya padanya. Tapi lain lagi ceritanya ketika ia bertemu dengan teman-teman Julian. Dimana saat itu ia tidak sengaja melewati segerombolan teman-teman Julian di dekat ruang administrasi.
“Eh, itu Kina ya?”
“Wah, lama gak kedengaran kabar, tau-tau udah punya anak.”
“Gila! Perut udah gede begitu masih aja datang ke kampus.”
“Mau pamer lah sama Julian. Nih! Abis putus sama lo gue punya anak.”
Kina tahu saat itu ada Julian di sana. Ia takut untuk menoleh lebih lama. Apalagi tadi sempat dilihatnya Bianca yang sedang menyender pada Julian. Mungkin mereka sudah berpacaran. Kina terus saja berjalan menjauh dari mereka. Namun karna keadaannya sekarang ini membuat ia tidak bisa berjalan lebih cepat.
“Eh tapi untung lagi lo, Julian udah putus sama dia. Jangan-jangan kalau masih sama lo, dia bakal ngaku-ngaku anak yang lagi di kandungnya itu anak lo lagi.”
Suara-suara itu terus saja memenuhi telinga Kina. Perutnya yang sudah membesar memang sudah tidak bisa ditutupi lagi. Tapi ia tetap tidak memperhatikan ucapan-ucapan dari teman-temannya Julian. Kina terus berjalan tanpa menoleh asal suara-suara tersebut.
Tiba-tiba langkah kakinya terhenti oleh kehadiran Julian. Kina ingin terus melangkahkan kakinya tapi Julian selalu menghadangnya.
“Aku kira waktu kamu minta putus dengan alasan kamu menyukai orang lain itu bohong.  Selamat ya. Aku gak tahu kalau kamu udah married. Semoga bayinya sehat. Kamu juga sehat.” Ucap Julian sambil singkat. Kina menundukan wajahnya. Ia tidak ingin melihat wajah Julian. Namun celetukan-celetukan dari teman-teman Julian masih terus menyeruak di telinganya. Tanpa membalas ucapan Julian, buru-buru Kina meninggalkan kampus, tanpa Julian tahu kalau saat itu Kina menagis.
Namun belum jauh ia meninggalkan pintu gerbang kampusnya, tiba-tiba Kina jatuh pingsan.

***



Letter to Julian part 4

Beberapa hari ini Kina dan Mami hampir tidak berbicara sama sekali. Mami tetap bersikeras dengan pilihan yang ditawarkannya. Beri tahu Julian atas kehamilannya, atau gugurkan kandungannya tersebut. Namun yang diinginkan Kina adalah, ia tetap bertahan dengan kandungannya, tapi ia sama sekali tidak mau jika Julian mengetahui kehamilannya.
“Makan nih Kin. Mami tahu kamu belum makan dari pagi.”
Mami meletakan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya dalam sebuah meja dan meletakannya di hadapan Kina yang sedang melamun di meja makan. Mami belum lama pulang dari berbelanja dengan Dira. Dan kini Dira tampak asik bermain dengan mainan barunya.
Perlahan Kina mulai menyuap makanan yang ada di hadapannya itu. Sudah pukul tiga sore dan ia memang belum makan. Tanpa banyak bicara ia mulai menyuapi mulutnya dengan makanan tersebut. Tiba-tiba Dira muncul dan duduk di kursi sebelah Kina. Dira memperhatikan raut wajah Kina. Jika tidak sedang bertengkar, Dira memang tidak segan-segan untuk menghampiri Kina. Sebenarnya Dira sendiri sangat suka dengan Kina, sekalipun ia tahu jika Kina merupakan Kakak tirinya.
Kina sama sekali tidak memperhatikan keberadaan Dira. Terkadang justru dirinyalah yang cuek dengan Dira. Ia tidak akan menegur Dira bila tidak ada perlu.
“Kak Kina lagi sakit ya?” tanya Dira sambil terus memperhatikan wajah Kina.
Kina menoleh. “Gak. Kenapa? Kok bisa bilang aku sakit?”
Dira hanya diam. Kina tersenyum pada Dira. “Kamu udah makan? Mau makan sama Kakak gak? Nih.” Kina menunjukan piring nasi yang ada dihadapannya.
Spontan Dira langsung menggeleng dengan cepat. “Gak ah. Makanan-nya Kak Kina kan udah dicampur obat sama Mami.”
“Obat?” Kina masih belum paham. “Orang aku gak kenapa-kenapa.”
“Soalnya tadi abis dari belanja sama Mami, Dira nemenin Mami ke rumah sakit. Terus beli-beli obat deh buat Kak Kina. Tapi Dira lihat kayaknya Kak Kina ngga apa-apa deh.”
Kina terkejut. Ia seperti baru menyadari satu hal. Ia langsung berhenti makan dan berlari menuju wastafel di dekat meja makan. Dengan berusaha ia memuntahkan makanan yang baru saja ditelannya. Mami yang sedang  membereskan belanjaan langsung menghampiri Kina. Awalnya Mami ingin sekali memarahi Kina saat itu, namun tidak disangka justru Kina langsung marah kepada Maminya.
“Mami masukin apa ke dalam makanan Kina?” belum sempat Mami menjawab, Kina langsung berbicara terus kepada Maminya. “Mami tadi dari rumah sakit kan? Beliin obat apa buat aku? Obat buat gugurin kandungan aku. IYA???”
Kina merasa sangat sedih sekali. Mami memang masih tetap bersikeras untuk menyuruh Kina menggugurkan kandungannya.
Kina langsung berjalan cepat menuju kamar Mami. Mencari sesuatu dalam tas Mami yang ada di atas tempat tidur. Seperti orang kesetanan, Kina melempar apa saja yang ia temui di dalam tas Mami. Sampai akhirnya ia menemukan apa yang dicarinya.
Benar dugaan Kina. Ia menemukan beberapa obat seperti melancarkan menstruasi yang dapat menggugurkan kandungannya. Dengan kasar Kina langsung membuang obat-obat berbentuk kapsul itu dengan asal. Mami melihatnya jadi kesal. Ia menghampiri Kina dan memukul wajah Kina dengan kasar.
“Mami tetap tidak mau kalau kamu mempertahankan bayi dalam kandungan mu itu, Kina!” Kina menangis sejadi-jadinya. Ia bersimpuh di pinggir tempat tidur Mami sambil menangis. Dira yang dari tadi melihat kejadian itu langsung terkejut dan merasa kasihan dengan Kina. Dira justru langsung menghampiri Kina dan memeluk Kina.
“Mami kenapa mukul Kak Kina?”
“Masuk kamar, Dira!”
“Gak mau!”
“Mami bilang masuk kamar! Gak usah kamu belain Kakak kamu yang bisanya cuma bikin malu keluarga aja!”
“Tapi Dira gak suka ngeliat Mami mukul Kak Kina, Mi…” Dira seperti memohon. Kina sempat menoleh pada Dira. Ia tidak menyangka jika Dira akan membelanya seperti ini. Padahal selama ini sikapnya justru menunjukan jika dirinya tidak terlalu memperdulikan adik tirinya ini.
Kali ini Mami berbicara dengan nada suara yang lebih keras. “Kamu tau apa Dira! Cepat masuk kamar sebelum Mami jadi marah juga sama kamu.”
Tiba-tiba Dira bangun dan langsung berdiri di depan Kina seolah dirinya saat ini sedang melindungi Kina. “Kalau Mami mau pukul Dira, pukul aja.”
Kina langsung menghampiri dan memeluk kaki Maminya. “Kina mohon Mi. Kina mohon sama Mami. Tolong izinkan Kina untuk merawat bayi yang ada di dalam perut Kina. Kina tahu Kina sudah berdosa, Kina juga sudah menyakiti Mami, tapi kasih Kina kesempatan untuk menebus dosa Kina dengan merawat anak ini. Kina sayang dengan anak ini Mi. Kina janji, anak ini kelak akan menjadi anak yang baik, tidak akan menjadi seperti Kina, Mi. Kina mohon….”
Kina terus saja memeluk kaki Mami sambbil menangis terisak-isak. Mami terdiam. Entah mengapa justru kini ia kesulitan berkata-kata. Apalagi saat ini Dira juga tengah ikut-ikutan memeluk kaki-nya.
“Kina mohon, Mi…” ucapnya lirih.

***