Hi… my baby.
Kina merasa sangat senang. Akhirnya Mami mengizinkan dirinya membesarkan
kandungannya sekalipun tanpa seorang Ayah. Bahkan Papi tirinya sendiri ternyata
mendukung perbuatan Kina. Menurutnya perbuatan menggugurkan kandungannya
sangatlah tidak baik. Tapi Kina tetap boleh membesarkan anaknya kelak asalkan
ia mau dinikahkan dengan seseorang pilihan Papi nya. Kina hanya menurut saja.
Asalkan bisa membesarkananak yang ada di dalam kandungannya, ia sudah bahagia.
Setiap sore di musim penghujan Kina selalu menghabiskan waktunya dengan
duduk di tepi jendela kamar nya yang lumayan lebar dan menghadap ke taman
belakang. Ia bisa duduk menyamping. Bersandar pada kusen kayu sambil menaikan
kakinya ke atas tempat ia duduk. Di sini ia biasa memandangi butiran-butiran
sisa air hujan yang ada di luar jendela. Seperti saat ini.
“Kak Kinaaa…!”
Kina menolah. Suara Dira terdengar sangat keras. Padahal saat itu Dira
belum kelihatan masuk ke dalam kamarnya.
Tidak lama muncul sosok Dira yang terlihat sangat berhati-hati
membawakan segelas susu untuk Kina. Ia langsung meletakan gelas susu tersebut
di atas sebuah meja dan langsung mengusap kedua telapak tangannya.
“Aduh. Panas-panas.” Kina tertawa kecil melihat adiknya itu. Ia pun
langsung memberi isyarat supaya Dira mau menghampirinya.
Dira segera menghampiri Kina dan ikut duduk di atas jendela yang cukup
rendah untuk dinaiki Dira.
“Kak, kalau bayi-nya udah lahir, berarti aku jadi kakak dong.”
“Bukan. Nanti kamu jadi oom.”
“Ih, Dira kan masih kecil, masa udah jadi oom-oom.”
“Ya udah kalau gitu kamu jadi Kakek-nya ya?”
Dira tertawa geli. “Hahaha… enak aja.”
Kini dilihatnya Dira sedang asik menulis namanya di jendela yang
berembun dengan ujung jarinya. Kina menatap Dira dengan lembut. Akhir-akhir ini
ia seperti baru menyadari sikapnya yang terkadang sangat cuek pada Dira. Dira
yang memang terkadang sangat nakal, namun justru sebenarnya sangat sayang pada
Kina. Kina berjanji akan merubah sikapnya menjadi lebih baik pada Dira.
Selama masa kandungannya Kina memang memutuskan untuk cuti dari kuliahnya.
Dan selama itu pula ia tidak pernah lagi mendengar kabar dari Julian. Ia
sendiri juga tidak mau mencari tahu kabar Julian. Baginya cukup sudah
hubungannya dengan pria itu sekalipun saat ini ia sedang mengandung anak dari
Julian. Ia hanya memfokuskan perhatiannya kepada anak yang saat ini berada di
kandungannya.
***
Beberapa bulan setelah itu…
Usia kandungan Kina sudah menginjak bulan ke delapan. Sudah semakin
besar dan sudah mulai sulit untuk melakukan aktifitas seperti biasa. Namun hari
ini Kina memutuskan untuk pergi ke kampusnya. Ia ingin mengurus beberapa urusan
kampus. Karna ia berniat untuk melanjutkan kuliahnya setelah melahirkan nanti.
Untung tidak terlalu banyak yang dikenalnya, jadi, ketika ia datang ke
kampus dengan keadaan perut membesar, tidak akan ada orang yang bertanya
padanya. Tapi lain lagi ceritanya ketika ia bertemu dengan teman-teman Julian.
Dimana saat itu ia tidak sengaja melewati segerombolan teman-teman Julian di
dekat ruang administrasi.
“Eh, itu Kina ya?”
“Wah, lama gak kedengaran kabar, tau-tau udah punya anak.”
“Gila! Perut udah gede begitu masih aja datang ke kampus.”
“Mau pamer lah sama Julian. Nih! Abis putus sama lo gue punya anak.”
Kina tahu saat itu ada Julian di sana. Ia takut untuk menoleh lebih
lama. Apalagi tadi sempat dilihatnya Bianca yang sedang menyender pada Julian.
Mungkin mereka sudah berpacaran. Kina terus saja berjalan menjauh dari mereka.
Namun karna keadaannya sekarang ini membuat ia tidak bisa berjalan lebih cepat.
“Eh tapi untung lagi lo, Julian udah putus sama dia. Jangan-jangan kalau
masih sama lo, dia bakal ngaku-ngaku anak yang lagi di kandungnya itu anak lo
lagi.”
Suara-suara itu terus saja memenuhi telinga Kina. Perutnya yang sudah
membesar memang sudah tidak bisa ditutupi lagi. Tapi ia tetap tidak
memperhatikan ucapan-ucapan dari teman-temannya Julian. Kina terus berjalan
tanpa menoleh asal suara-suara tersebut.
Tiba-tiba langkah kakinya terhenti oleh kehadiran Julian. Kina ingin
terus melangkahkan kakinya tapi Julian selalu menghadangnya.
“Aku kira waktu kamu minta putus dengan alasan kamu menyukai orang lain itu
bohong. Selamat ya. Aku gak tahu kalau
kamu udah married. Semoga bayinya
sehat. Kamu juga sehat.” Ucap Julian sambil singkat. Kina menundukan wajahnya.
Ia tidak ingin melihat wajah Julian. Namun celetukan-celetukan dari teman-teman
Julian masih terus menyeruak di telinganya. Tanpa membalas ucapan Julian,
buru-buru Kina meninggalkan kampus, tanpa Julian tahu kalau saat itu Kina
menagis.
Namun belum jauh ia meninggalkan pintu gerbang kampusnya, tiba-tiba Kina
jatuh pingsan.
***
No comments:
Post a Comment