Pencarian seorang yang
tidak kunjung datang, membuat ia tersadar…
Ia tidak akan pernah
lagi menyia-nyiakan segala hal yang berharga dalam hidupnya. Ia tidak akan
pernah menutup hati untuk cinta yang datang kepadanya…
Finding
Farah
Teriknya kota
Jakarta siang ini menambah perasaan Nika yang sedang kesal. Ia kesal karna
lagi-lagi ia bertengkar dengan Kakak perempuannya, Sasha. Tidak lain dan tidak
bukan, mereka selalu terlibat pertengkaran hanya karna Sasha yang sedikit
kecewa dengan turunnya nilai-nilai Nika di sekolah. Mengingat jika Nika sudah
memasuki tahun terakhir di sekolah menengah atas, tentu membuat Sasya semakin
was-was dengan nilai-nilai Nika yang berangsur turun. Sedang Nika, ia merasa
jika tidak ada masalah dengan nilai-nilainya. Walaupun ada beberapa yang memang
turun, tapi Nika merasa jika seharusnya Sasha tidak perlu memarahinya
habis-habisan dan langsung membuat larangan untuknya pergi bermain sampai ujian
nasional tiba.
Saat ini, Nika memang
hanya tinggal berdua dengan Kakaknya, Sasha. Sehingga segala urusan tentang
dirinya, Sasha yang mengatur. Nika baru berusia 17 tahun, sedangkan Sasha
berusia 23 tahun. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Sasha langsung bekerja untuk
memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Orang tua mereka memang sudah lama
meniggal dunia sejak Nika masih kecil. Dan Sasha lah satu-satunya yang menjaga
dan mengurus Nika. Walaupun mereka hidup berkecukupan dengan harta warisan yang
ditinggalkan oleh orang tua mereka, namun Sasha tidak mau membiasakan Nika
untuk hidup manja.
Hanya saja,
mungkin karna ia kehilangan orang tua saat masih kecil, sehingga sifat manja
dan egois Nika sulit sekali di hilangkan. Dan sifat-sifat seperti itulah yang
membuat diri-nya cepat sekali marah. Bahkan sering sekali ia kabur dari rumah
dan menginap di rumah temannya hanya karna bertengkar dengan Sashy. Ia merasa
bosan dengan Sasha yang selalu bawel menasehati dirinya. Dan sama hal nya
dengan siang ini, Nika sudah membawa tas besar dari rumah. Ia akan kabur lagi
ke rumah temannya.
“Udah dehl, lo gak
usah nyariin gue. Justru lo harusnya seneng gue gak ada di rumah. Dan lo gak
perlu susah-susah bersika kayak nyokap deh. Gue tuh cape diatur-atur terus sama
lo.”
“Emang Kakak
kaya gini buat siapa sih? Asal kamu tahu Kakak cape banting tulang kerja buat
menghidupi kita berdua. Kakak cuma gak mau kamu main-main sama sekolah kamu.
Kapan sih kamu mau dewasa sedikit?”
“Yaelah Kak,
warisan yang ditinggalin Mamah sama Papah kan masih banyak. Bayarin aja sekolah
gue pake duit itu!”
“Kakak tuh
bayarin sekolah kamu pakai uang hasil kerja keras Kakak. Kita gak bisa
selamanya lah mengandalkan harta warisan Mamah sama Papah.”
“Jangan
mentang-mentang lo yang bayarin sekolah gue ya, lo jadi sok paling berkuasa.
Pokoknya gue males pulang kalau lo masih suka nyeramahin gue di rumah.”
“Kapan sih kamu
mau berubah? Pikirin gimana sedihnya Mamah sama Papah kalau tahu kelakuan kamu
yang gak pernah berubah!”
“Au ah…!!!”
Nika langsung
memutuskan hubungan telfonnya dengan Kakaknya, Sasha. Ia baru sadar kalau kini hampir
semua penghuni angkutan umum yang ditaikinya saat ini sedang melihat kepadanya.
Posisi duduk Nika memang tepat berada di pojok sehingga siapapun dapat
melihatnya, apalagi dia baru saja menelfon dengan suara yang keras. Tanpa ragu
Nika langsung menyetop angkutan umum tersebut dan membayar dengan uang pas.
Terik matahari
langsung menyambutnya. Nika turun tepat di depan Museum Bank Mandiri di Kota
Tua. Padahal ia harus berhenti di dekat pasar Glodok dan menyambungnya dengan
angkutan lain.
“Farah?” sebuah
suara halus tiba-tiba memanggil namanya. Nika langsung menoleh pada asal suara
itu. Seorang wanita cantik berambut panjang dan berkulit putih tengah berdiri
di dekatnya. Menurut Nika, wanita yang ada di dekatnya ini bagaikan seorang
model. Heran juga wanita secantik ini mau berpanas-panasan di tempat ini. Wanita
itu melemparkan senyum yang sangat manis kepada nika. Seolah-olah ia telah
menemukan apa yang sedang dicarinya.
“Farah? Emang
wajah saya mirip Farah ya? Saya bukan Farah, Mbak. Emang secantik apa sih si
Farah sampai-sampai Mbak nyangkain saya Farah?” Wanita itu tertawa kecil
mendengar celotehan Nika.
“Aduh maaf. Saya
kira kamu adik saya. Soalnya dari jauh kamu mirip banget sama Farah. Tinggi
nya, panjang rambut nya…”
No comments:
Post a Comment