Jam menunjukan pukul dua siang. Berkali-kali Mami melihat ke arah jam
dinding.
“Udah siang gini kok Kina gak pulang-pulang, ya?”
Awalnya Mami sempat melarang Kina untuk pergi ke kampusnya, namun Kina
tetap memaksa.
Saat ini Mami sedang membereskan barang-barang yang ada di kamar Kina.
Namun ketika ia membereskan lemari pakaian Kina, sebuah buku diary terjatuh dengan
posisi terbuka. Mami memungut buku diary itu dan melihat sebuah foto yang
terselip diantara halaman buku diary tersebut. Foto Kina dengan Julian.
Dengan ragu Mami mulai membaca apa yang ditulis Kina dalam buku harian
tersebut. Pertama raut wajah Mami biasa-biasa saja, kadang sedikit-sedikit ia
tersenyum kecil sambil membuka halaman demi halaman. Namun setelah lama membaca
raut wajah Mami mulai berubah. Ia terlihat kaget, marah bahkan lama-lama Mami
menangis. Namun terhenti ketika tiba-tiba Dira masuk ke dalam kamar Kina tanpa
mengetuk pintu.
“Mami, telfon. Kata nya penting.”
Dira langsung berlari ke luar. Tampaknya setelah memberi kabar itu ia
langsung kembali bermain di ruang tamu. Buru-buru Mami menghampir telfon yang
ada di ruang tamu tersebut.
“Halo,”
“Halo selamat sore. Benar ini rumah saudari Kina Ratasya?”
“Iya benar. Ini dari siapa ya?” ada perasaan takut dalam hati Mami saat
menjawab telfon tersebut.
“Kami dari Rumah Sakit Puri Indah ingin memberi tahukan keluarga saudari
Kina, saat ini Kina sedang berada di Rumah Sakit kami. Terimakasih.”
Buru-buru Mami datang ke rumah sakit tersebut. Ia menyuruh Dira untuk
menjaga rumah. Dari awal Mami sudah melarang Kina untuk pergi ke kampus karna
kandungan Kina yang sudah memasuki bulannya. Perasaan Mami makin kalut,
ditambah dengan apa yang baru saja dibacanya di buku diary milik Kina. Mami
merasa ia harus segera menghampiri Kina. Menanyakan keadaan Kina dan juga
mempertanyakan isi buku harian Kina.
Saat berada di dalam kamar rawat tempat Kina berada, dilihatnya Kina
yang terlihat baik-baik saja. Atau mungkin saat itu Kina berusaha terlihat
sebaik mungkin di depan Maminya. Mengetahui keadaan Kina yang baik-baik saja,
tidak segan-segan Mami langsung mengutarakan isi hatinya.
“Kina! Apa-apaan isi diary
ini?” suara Mami terdengar perlahan namun dari nada bicara Mami, Kina tahu jika
saat ini Maminya sedang marah. Ia sendiri heran mengapa Mami datang sambil
membawa-bawa buku diary-nya tersebut.
“Kenapa kamu tega sama diri kamu
sendiri, Kin? Kenapa kamu membohongi Mami dengan mngatakan kamu membenci
Julian? Kenapa ternyata kamu mencintai Julian sampai sebesar ini, Kina?”
“Mami…! Kok datang-datang malah marah-marah sih. Bukannya nanyain
keadaan aku.” Kina berusaha tersenyum pada Mami. Seolah-olah Kina sedang tidak
ingin membahas apa yang ingin dibicarakan Mami.
“Kalau Mami tahu yang sebenarnya gak akan Mami biarkan kamu menangung
ini sendiri. Gak akan Mami biarkan kamu melahirkan anak ini! Mami tahu sekali
betapa sakitnya hati Mami saat Papi kamu benar-benar tidak perduli akan kehamilan
Mami.”
Kina tidak bisa membohongi perasaan sedih dalam hatinya. Matanya mulai
berkaca-kaca. Entah kenapa saat ini seolah bayangan wajah Julian muncul di
dalam pikirannya.
Ditatapnya mata Mami lekat-lekat. “Julian gak meninggalkan aku, Mi. Aku
yang pergi darinya.” Kina berusaha mengelus wajah Mami. Ia sangat sayang dengan
Mami.
“Dan aku gak mau menyerah. Karna aku sudah melihat bukti nyata. Aku
melihat Mami sudah berhasil membesarkan aku sampai sekarang seorang diri. Maaf
kalau Mami gak mengerti dengan jalan pikiran ku. Maaf kalau aku harus membuat
luka dihati Mami semakin dalam. Aku cinta anak ini, Mi. Bahkan kini rasa cinta
ku padanya melebihi rasa cinta ku pada Julian. Aku ingin mencintai dia dari
sebelum ia lahir ke dunia ini.”
Mami tidak bisa menghentikan tangisnya. Ia memang benar-benar tidak
menyangka dengan isi diary Kina yang dengan jelas di situ tertulis jika Kina
sangat mencintai Julian. Karna selama ini yang ia tahu Kina sangat memenci
Julian, sampai-sampai ia tidak mau jika Julian mengetahui kehamilannya.
Ia menggenggam tangan Kina erat. Dilihatnya wajah Kina yang sangat pucat
dan terlihat sekali kalau Kina berusaha menahan rasa sakit yang sedang dirasakannya
saat ini. Mami mencoba menghibur Kina dengan tersenyum. Segera mungkin ia
mencari bahan obrolan yang lain dengan Kina.
“Ya sudah, sudah.” Mami mengelus kepala Kina. “Tadi Mami sempat bertemu
dengan dokter. Dokter bilang badan kamu terlalu lemah untuk melahirkan anak ini
secara normal. Kondisi tubuh kamu sedang tidak baik. Maka dari itu, walaupun
lebih cepat beberapa minggu dari jadwal seharusnya, selang satu atau dua hari,
kamu akan melahirkan anak ini dengan cara di operasi.” Kina hanya tersenyum
singkat. Namun matanya menyiratkan kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan. Bibirnya
terlihat sangat pucat.
Mami merasa cukup untuk dirinya membahas isi buku harian Kina. Ia baru
menyadari kesedihan mendalam yang dirasakan anaknya tersebut.
“Oh iya, cucu Mami nanti mau dikasih nama siapa?”
“Boleh Kina kasih nama Julian?”
Mami terlihat makin sedih, namun
ia tetap berusaha untuk tersenyum. “Boleh sayang. Kamu boleh menamakannya
dengan nama apa saja.”
“Mami. Boleh Kina minta Mami untuk janji satu hal sama Kina?”
“Apa sayang?”
“Kita gak akan tahu apa yang akan terjadi nanti. Kalau ada apa-apa sama Kina,
Mami janji ya mau jagain Julian. Mami harus sayang sama Julian.”
“Kamu jangan ngomong kayak gitu Kina…”
“Mami janji dulu sama Kina.”
“Pasti. Mami pasti akan menjaga Julian. Tapi Mami yakin kamu yang akan
menjaga Julian nantinya. Kamu yang bilang sama Mami kalau sampai kapanpun kamu
gak akan menyerah.”
“Di kamar Kina ada surat buat anak Kina nanti Mi. Surat yang Kina sudah
persiapkan jika nanti terjadi apa-apa sama Kina. Surat itu Kina tulis untuk
Julian nanti. Tapi Kina berharap, Kina sendiri yang nantinya akan membacakan
surat itu untuk Julian. Kina sangat ingin merawat Julian dengan tangan Kina
sendiri.”
Mami tidak bisa berkata apa-apa lagi. Air mata sudah tidak bisa
terbendung lagi. Mata Kina pun terlihat makin sayup.
“Kina tidur dulu ya, Mi. Kina
mulai ngantuk. Semoga oprasi Kina nanti lancar. Kina mau cepat-cepat bertemu
sama Julian, anak Kina.”
“Iya Kina. Iya. Kamu pasti akan segera bertemu dengan Julian.”
***
No comments:
Post a Comment