“Ibu pemilik
warung yang menelfon kami mengatakan kalau Wina, anak kami, ada bersama kamu.
Pemilik warung tersebut sudah tahu sekali siapa kami dan bagaimana kondisi anak
kami. Terimakasih sudah membawa Wina ke sini. Entah apa yang terjadi jika Wina
bertemu dengan orang jahat.”
“Memang apa yang
terjadi dengan Kak Wina, om? Dan kemana perginya Farah?” Nika terlihat sedih
dan bingung ketika ia sempat melirik saat ini Wina tidak lagi berteriak histeris,
namun Wina menangis sambil tertawa. Tatapannya kosong. Beda sekali dengan
kondisinya seharian ini saat bersamanya.
“Hubungan Wina
dan Farah memang tidak begitu dekat. Namun sayangnya, Wina baru menyadari
betapa ia menyayangi Farah saat Farah sudah tidak ada. Tahun lalu saat pergi
merayakan ulang tahun-nya dengan teman-teman, Farah mengalami kecelakaan dan
tidak terselamatkan. Bahkan dihari pemakamannya pun, Wina tidak ada. Ia baru
menyadari kepergian Farah satu minggu setelah kejadian itu berlangsung. Maka
dari itu ia selalu mengatakan kepada orang-orang jika ia sudah kehilangan
adik-nya selama satu minggu. Dan ia berfikir jika adik-nya pergi dari rumah
karna ulahnya. Wina mengalami depresi yang cukup parah sehingga ia harus
melakukan pengobatan kejiwaan.”
Dua orang pria
berbaju itu menggiring Wina untuk keluar dari kantor polisi. Nika menangis saat
Wina melewatinya. Ia tidak menyangka apa yang telah terjadi pada Wina. Ia baru
sadar mengapa tadi orang percetakan sempat mengusir Wina. Atau Ibu pemilik
rumah makan yang segera menyuruh membawa Wina ke kantor polisi.
Ternyata Wina sudah sering mencari Farah
di sekitar sini. Kedua orang tua Wina bekali-kali mengucapkan terimakasih
kepadanya. Nika menyadari jika perasaan Wina sebagai Kakak begitu besar
terhadap adiknya, Farah. Nika sangat menyesal karna ia telah menyia-nyiakan
kasih sayang dari Kak Sasha, apalagi saat ini ia hanya tinggal berdua dengan
Sasha.
“Kak Sasha, aku
mau pulang. Maafin aku ya, Kak. Aku sayang sama Kak Sasha.” Nika tidak dapat
membendung air matanya. Ia menangis setelah menelfon Kakaknya, Sasha.
***
Seminggu setelah
kejadian tersebut.
Saat pulang
sekolah entah mengapa ingin rasanya Nika mampir ke tempat pertama kali ia brtemu
dengan Wina. Udara sore sedikit menyejukan hatinya saat itu. Diantara hiruk
pikuk kota tua, Nika menemukan sosok Wina yang sedang duduk di area Museum
Fatahilah. Nika tersenyum saat melihat keberadaan Wina. Wina tampah tengah
duduk di sebuah kursi taman sambil memegangi sebuah kertas-kertas. Ia memakai
baju yang sepertinya seperti baju pasien berwarna biru muda. Di dekatnya ada
seorang suster yang sedang menemaninya. Dengan langkah perlahan Nika mendekati
Wina.
Wina tersenyum
manis kepadanya. Rupanya Wina tidak mengingat siapa dirinya. Wina memberikan
selembar kertas itu kepada Nika.
Kertas bertuliskan
pencarian orang hilang.
Nika berusaha
menahan air matanya. Ia menerima selembar kertas itu sambil menatap iba pada
Wina.
“Kalau nanti aku
bertemu sama Farah, aku akan bilang sama dia kalau Kakak nya sedang mencarinya
ya.”
Wina tersenyum
kecil. Saat itu pula, Nika mendengar sebuah klakson mobil yang memangil
dirinya. Kak Sasha telah menjemputnya. Nika memeluk Wina erat tanpa Wina sadari
apa yang sedang terjadi.
Kemudian Nika
langsung melangkah perlahan menuju mobil Sasha. Dalam hati ia tertegun. Peristiwa
yang dialami oleh Wina telah menyadarkannya. Pencarian seorang Farah yang tidak
kunjung datang, membuat ia tersadar, ia tidak akan pernah lagi menyia-nyiakan
segala hal yang berharga dalam hidupnya. Ia tidak akan pernah menutup hati
untuk cinta yang datang kepadanya, cinta seorang Kakak kepadanya.
No comments:
Post a Comment