Wina mulai
menitikan air mata. Nika sangat merasa sedih dengan cerita Wina. Kebalikan
dengan dirinya yang tidak pernah mau mengerti dan memperhatikan Kakak-nya yang
begitu sayang kepadanya. Ia tahu Wina sangat menyesal. Ada perasaan terpukul
yang juga dirasakan Nika saat itu. Tiba-tiba saja ia merasa bersalah pada
Sasha. Dan ia berfikir, sedang apa Kak Sasha sekarang? Kenapa sikapnya bisa
begitu kasar kepada Kakak kandungnya sendiri?
Belum sempat
Wina meneruskan ucapannya, perhatiannya seolah teralihkan dengan hal lain. Ia
seperti melihat seseorang di luar jendela. Seperti melihat sesuatu, ia langsung
bangun dari kursinya dan berusaha mengejar apa yang baru saja dilihatnya.
“Itu Farah!”
teriaknya kencang. Nika jadi ikut terkejut. Buru-buru ia bangun dari kursiya
dan menyusul Wina. Tapi saat melewati meja kasir, ia berniat ingin membayar
makanan-nya dulu. Ia maklum kalau Wina pergi begitu saja tanpa membayar karna
Wina begitu takut kehilangan jejak Farah.
“Berapa, Bu?”
“Udah neng gak
usah. Ibu tahu pasti neng teman-nya nak Farah. Cepat kejar non Wina. Takut ada
yang jahat sama non Wina. Ibu nanti telfon ke Mamah-nya non Wina supaya
menjemputnya. Neng ajak aja untuk melaporkan kehilangan Farah di kantor polisi
dekat sana. Cepat neng!”
Nika makin
bingung. Nika tidak begitu paham dengan ucapan si Ibu pemilik rumah makan. Ia
juga tidak tahu mengapa Ibu itu menyangka jika dirinya adalah temannya Farah.
Tapi sebelum dirinya kehilangan Wina, buru-buru menyusul keluar rumah makan untuk
mengejar Wina. Dilihatnya Wina seperti
orang kebingungan. Ia kehilangan jejak orang yang diduganya sebagai Farah.
Nika langsung memeluk
Wina yang menangis tersedu-sedu. Nika ikut sedih. Tapi ia ingat perkataan Ibu
tadi untuk menyuruh nya mengajak Wina mencari Farah di kantor polisi. Lagipula
sebentar lagi hari mulai gelap. Lalu pergilah mereka ke kantor polisi yang
tidak jauh dari rumah makan tersebut.
***
Jam menunjukan
pukul tujuh malam. Sudah hampir dua jam Nika bersama Wina berada di dalam
kantor polisi. Anehnya polisi yang menjaga disitu tidak banyak bertanya megenai
apa yang terjadi. Dirinya hanya mengatakan jika Wina sedang mencari adik-nya
yang hilang, setelah itu, polisi tersebut hanya menyuruh mereka duduk dan
menunggu.
Tidak banyak
yang Nika lakukan dari tadi. Dia hanya duduk terdiam sedangkan dilihatnya Wina
yang duduk di kursi panjang sambil mengangkat kaki dan memeluk lututnya.
Wajahnya disembunyikan, tapi Nika bisa tahu kalau Wina sangat sedih.
“Adik sebaiknya
pulang dan beristirahat saja. Pasti nona ini sudah merepotkan anda hari ini.
Sebentar lagi keluarga nya akan menjemput.” Nika sedikit terkejut mendengar
ucapan seorang polisi yang sedang duduk di belakang sebuah mesin tik-nya. Ucapan
polisi barusan benar-benar membuat Nika makin bingung. Polisi itu berkata
seolah-olah ia tahu apa yang sedang terjadi saat itu. Nika tidak mau pergi
sebelum ia tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Namun seluruh
pertanyaan yang ada di benak Nika segera terjawab ketika sepasang suami istri
datang ke kantor polisi tersebut bersama dua orang pria berpakaian segaram
putih.
“Wina!” teriak
sang istri ketika melihat Wina. Rupanya ia adalah orang tua Wina. Nika makin
bertanya ketika sang istri menangis sambil memeluk Wina. Saat itu tangis Wina
mendadak histeris. Dua orang pria yang tadi ikut datang bersama kedua orang tua
Wina juga sibuk memegangi kedua lengan Wina. Ternyata Wina langsung histeris
dan berteriak kecang. Itu alasan dua orang pria berbaju putih itu memenggangi
lengan Wina.
“Sadar nak.
Ikhlas-in. Ikhlas-in nak.” Sang istri tidak hentinya menangis sambil memeluk
Wina. Nika berusaha mencari tahu ada apa sebenarnya. Dilihatnya sang suami
berbicara pada polisi tadi. Namum melihat kegelisahan Nika, sang suami itu
menghampiri Nika dan tersenyum kecil. Dari wajahnya saja Nika bisa melihat ada
perasaan sedih diwajah pria ini.
No comments:
Post a Comment