Good Morning, Univers!

i dont know if i've ever felt like that :)

Tuesday, April 9, 2013

Cerita Pendek - Si Bodoh dan Si Penjahat 3 (end)



“Sayang, kamu lagi dimana? Kamu kok dari tadi aku telfon gak diangkat. Aku nyariin tahu. Kalau kemana-mana tuh bilang. Jadi aku gak nyariin.”
Tara sedikit tertegun mendengar suara lembut Fabian di sebrang sana. Dari tadi Fabian memang menelfonnya tapi baru sekarang ia mengangkatnya. Awalnya Tara sempat ragu untuk mengangkatnya. Ia merasa perlu waktu untuk berfikir mengenai hubungannya dengan Fabian.
Namun akhirnya Tara mengangkat juga telfon dari Fabian. Dan kini didengarnya nada bicara Fabian yang seakan memang benar-benar sangat mengkhawatirkannya. Ia tahu, jika sedang baik seperti ini pasti Fabian sedang ada maunya. Beda sekali dengan nada bicara Fabian tadi siang.
“Aku gak kemana-mana. Aku di rumah.”
“Oh. Gitu yah. Yang, aku lagi di bengkel nih. Mobil ku masuk bengkel barusan. Aku belum dapet uang. Kamu bisa tolong transferin aku sekarang bisa gak?”
Tara terdiam. Entah mengapa hatinya terasa sangat sedih. Fabian tidak benar-benar mencari dirinya karna mengkhawatirkan dirinya.
“Oh. Itu. Hmmm, besok aku kasih cash aja yah.”
“Oke deh. Makasih sayang. Bye.”
Tara kembali terdiam. Majalah yang tadi sedang dibacanya rasanya sudah tidak menarik lagi. Ia berfikir sejenak. Entah mengapa ia benar-benar baru menyadari jika Fabian tidak benar-benar menyayanginya. Fabian hanya mempertahankannya dengan satu alasan. Keuntungan yang bisa Fabian dapatkan dari dirinya. Sikap manis yang ia terima barusan dari Fabian semata-mata memang karna Fabian sedang membutuhkannya.
Diluar itu? Entah kenapa Tara selalu menutup mata dan telinganya akan kejanggalan itu. Ia baru menyadari jika ia mirip sekali dengan si Bodoh dalam cerita yang di ceritakan tadi siang oleh Monika. Kini Tara tidak bisa menyangkal lagi. Ia memang telah lama terbelenggu dengan kebodohannya sendiri. Ia terlalu takut untuk melihat di sekelilingnya. Tara harus mengakhiri semua ini. Ia tidak mau lagi menjadi si Bodoh dalam cerita yang diceritakan oleh Monika. Ia harus memikirkan kebahagiaan untuknya. Kebahagiaan sesungguhnya yang tidak pernah ia dapatkan dari Fabian.

***

Pagi ini Tara datang ke sekolah dengan memantapkan perubahan di dirinya. Walau masih agak takut tapi ia tetap harus melakukan suatu tindakan. Ia berfikir semalaman. Ia memikirkan kata-katanya sendiri saat mengomentari si Bodoh dalam cerita yang diceritakan oleh Monika. Mungkin perubahan ini hanya ada dua alasan. Karna ia sudah belajar cukup banyak atau karna ia sudah terlalu disakiti cukup banyak.
Tara tersenyum senang saat melihat Monika dan Vanya di dekat gerbang sekolah. Tampaknya mereka juga baru sampai. Tara langsung menghampiri kedua sahabatnya. Tapi yang disapanya terlebih dahulu adalah Vanya. Ia tahu kemarin ia baru saja terlibat pertengkaran kecil dengan sahabatnya ini.
“Kita baikan ya.”
“Siapa yang marahan.” Sahut Vanya santai.
“Kan lo yang kemarin marah-marah sama gue.”
“Ngaco!”
Monika tersenyum geli. Ia hafal betul. Jika Tara dan Vanya habis bertengkar, pasti esok harinya ia akan mendapati Vanya yang bersikap seolah-olah jika tidak terjadi apa-apa.
Tiba-tiba perhatian mereka teralih karna melihat ada Fabian di parkiran. Fabian juga tampaknya baru sampai.
“Gue kesana dulu yah.” Pamit Tara pada Vanya dan Monika. Vanya mendengus kesal. Ia seperti tidak rela jika sahabatnya itu masih berhubungan dengan Fabian. Namun mereka berdua nyatanya tidak meninggalkan parkiran. Vanya dan Monika seperti ingin mengetahui apa yang ingin dibicarakan oleh Tara dan Fabian.
Melihat Tara datang, raut wajah Fabian langsung gembira. Tara tahu kalau Fabian akan bersikap manis kepadanya karna ada satu hal yang diminta Fabian tadi malam.
“Kamu bawa motor?” Tara melirik motor yang baru saja diparkir oleh Fabian.
“Iya sayang. Kan mobilnya masih di bengkel, hehehe.” Tara berfikir, tumben sekali Fabian memanggilnya dengan sebutan sayang.
“Kamu jadi minjemin aku uang kan?”
Tara tersenyum tipis. “Hmm, tadinya. Tapi kayaknya gak jadi deh. Kan kamu bukan pacar aku lagi sekarang. Mungkin kamu bisa cari pinjaman ke pacar-pacar kamu yang lain kali.”
Fabian terlihat bingung. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat ini. Tara yang dianggapnya sangat penurut itu tidak biasanya berkata seperti ini.
“Maksud kamu?”
“Kita putus.” Jawab Tara santai.
Tara pergi meninggalkan Fabian dan menghampiri Vanya dan Monika yang masih berdiri di tempat yang sama. Vanya dan Monika seakan-akan seperti tidak percaya apa yang baru saja mereka dengar. Tara tertawa kecil sambil merangkul kedua sahabatnya untuk masuk ke dalam sekolah. Terdengar Fabian berteriak-teriak memanggil namanya. Namun Tara tidak mau menoleh ke belakang lagi. Ia akui jika dirinya masih menyayangi Fabian. Namun cukup sudah ia dibutakan oleh perasaannya sendiri. Kini saatnya ia memikirkan kebahagiaan untuk hatinya. Ia hanya tersenyum kecil dan mulai menempatkan Fabian sebagai masa lalunya.
Tara menghentikan langkahnya ketika ia melihat Kian yang sedang berdiri di dekat lapangan basket. Tara langsung melepaskanrangkulannya pada Monika dan Vanya. Ia menghampiri Kian. Kian sendiri tampak tidak percaya saat Tara mendatanginya.
“Hai. Besok pamerannya jam berapa?” Tanya Tara ramah.
Kian terbengong. Tapi sebelum Tara meninggalkannya, ia langsung semangat menjawab pertanyaan Tara barusan. “Oh. Itu. Sore sih.”
“Hmmm… lo jadi mau ngajak gue kan?”
“Hah?” Kian terlihat benar-benar masih tidak percaya.
“Lo jemput gue, ya?”
“Emang nggak apa-apa lo jalan sama gue?”
“Emang ada larangan cewek jomblo jalan sama teman cowok-nya ya?” Tara tertawa kecil. Ia tidak menjadikan Kian sebagai tempat pelariannya. Ia hanya mencoba mencari kebahagiaan itu pada Kian.
Ya… semoga saja.
Sementara itu Vanya dan Monika menatap Tara takjub. Seakan-akan itu bukan Tara yang mereka kenal. Tapi setidaknya lebih baik. Tentu ini menjadi sebuah kejutan baik yang diperlihatkan olah sahabat mereka. Vanya masih saja terheran-heran. Sedangkan Monika, ia sadar, mungkin cerita tentang si Bodoh dan si Penjahat yang ia ceritakan pada Tara telah menyadarkan sahabatnya itu.
“Gue benar-benar heran si Tara kesambet apa. Dari tadi dia gak berhenti-berhenti ngasih kejutan ke kita. Tapi yang pasti, gue benar-benar ngerasa lega dan bersyukur banget kalau ia bisa melepas si Fabian.”
“Kita tunggu aja sampai dia yang cerita.”
Monika tersenyum dan mengajak Vanya untuk masuk ke dalam kelas. Mereka membiarkan temannya sedang bahagia. Di sana masih ada Tara dan Kian yang nampaknya sedang asik berbicara. Sesekali Tara terlihat tertawa ketika mendengar celotehan Kian. Sebelumnya ia memang tidak pernah berbicara banyak dengan Kian seperti sekarang. Tapi ternyata Kian anak yang asik dan sopan. Bahkan sesekali ucapan-ucapan Kian mampu menimbulkan gelak tawa.
“Bagus deh. Gue gak akan lagi berantem-berantem sama Tara karna soal Fabian.”
Monika tertawa kecil. “Ngomong-ngomong, Fabian jomblo tuh.”
“Terus kenapa?”
“Siapa tau lo mau jadi pacarnya gantiin Tara.”
“MONIKAAAA…!” Teriak Vanya keras. Monika langsung berlari kencang sebelum Vanya berhasil mencubitnya.
Berjuang untuk perubahan itu memang susah. Tapi terkadang yang menyebabkan sulit itu adalah meninggalkan apa yang telah berada lama di sisi kita.
Namun Tara sadar. Ia memang menempatkan Fabian di sisinya, tapi dirinya, tidak pernah ada di sisinya. Dan Tarisa tidak perlu lagi takut untuk melepaskan Fabian dari sisinya. Karna satu fakta tentang kehidupan, apakah baik atau buruk, semua harus tetap berjalan. Mungkin tidak ada salahnya jika ia mulai membuka mata dan hatinya untuk Kian.
Mungkin terdengar lucu ketika bagaimana seseorang lari dari orang-orang yang mencoba membuat mereka bahagia namun orang itu justru berjuang untuk orang-orang yang telah membuat mereka menangis. Seperti itu lah Tara yang kemarin. Tapi kini semua sudah berubah. Sepertinya si Bodoh memutuskan untuk melihat orang baik di kota lain dari pada terus untuk tinggal di rumah sang Penjahat.
Kemudian si Bodoh mengganti namanya menjadi si Bahagia. Jangan khawatir tentang bagaimana hal-hal yang mungkin berubah. Hanya ingat bahwa tidak ada yang datang kepada seseorang selama orang itu tidak berani untuk mencobanya.

No comments:

Post a Comment