Good Morning, Univers!

i dont know if i've ever felt like that :)

Thursday, April 25, 2013

Good Luck, Capt!

         




        Untuk saat ini... aku tidak bisa menyimpulkan apa yang aku rasa. Dan kemungkinan besar, saat ini hanya ejaan yang mampu menerka rasa dalam kehampaan. Jiwa ini terlepas dari belenggu. Ya.. dari awal sang jiwa pun selalu berbisik pada asa jika belenggu tak akan bertahan lama kepadanya. Dan ia membuktikannya.Ketika hati sudah terlelah memilih-milih tuannya, dan membiarkan sang kapten memilih sesuka hati sementara ia diam menunggu. Bahkan sang logika pun ikut menerawakan kecil ketika sang hati mengadu lelah dan kemudian...

        Ah! Aku berteriaaaak! Aku tertawa sangaaaaaat keras! dan  sang hati hanya melirik pilu sembari mengecap, "Apa lagi kapten?" dengan sisa-sisa semangat yang tengah aku kumpulkan, ku bangun semua prajurit ku dalam istirahat mereka. Berteriak pada mereka, "Hi, my young ladies, lihat lah siapa yang ada di hadapan mu saat ini?"

         Ah! tidak ku bayangkan, mereka ikut berteriak.

      Awalnya aku pun hanya menunjukan pada mereka, tidak memerlukan rantaian kata untuk menjadi makanan telinga ku, dan lagi pula, sebenarnya aku hanya berani mengadu pada mata ini, tapi entah mengapa tiba-tiba saja teriakan tadi tersampaikan pada para prajurit setia ku.

        Dan kali ini, mereka tidak bertengkar. Hanya saja...

       Ah! bagaimana pun juga aku kapten yang tetap membutuhkan para prajuritnya. Tapi aku kapten, aku yang menentukan kemana akan berlayar. Lalu ku coba untuk melupa dan kembali diam. Dan sial! prajurit ku mengejakan kata pada ku. Diam-diam sang hati berkata, "Kapten, apa kabar dengan tuan yang satu itu?" lantas aku pun hanya bisa menyeringai tak mampu menjawab. Apa-apaan prajurit yang satu ini, bukankah ia yang selalu berteriak kelelahan dan ingin beristirahat? Mengapa lantas kemudian menggoda ku?

       Dan baru saja aku mencoba untuk mengatakan sesuatu padanya, tiba-tiba prajurit lain berteriak lantang, "Jalan terus Kapten!" Lantas aku terdiam, aku menunggu reaksi sang hati yang biasanya memang selalu menghentakan suara bila sang logika sudah berucap. 

       Dan aneh, dia tidak mengatakan apa? Justru malah tertawa sambil mengumpat dan kemudian mengadu pada Tuan dari segala Tuan nya. Lantas akan jadi apa ini? teriak ku membatin. Ku menoleh pada logika, ia pun hanya tersenyum yang entah mengapa bagaimana bisa aku menjadi bodoh ketika tiba-tiba saja tidak bisa mengartikan semyumnya kala itu. Ya, walaupun tak bisa ku pungkiri aku ingin. 

      "Aku netral, kapten." ujar logika kemudian. "Kemarin aku berhasil mengalahkan hati, tapi untuk kali ini, aku akan membiarkan kemauan hati. ku biarkan hati yang lebih banyak berbicara kepada mu. tapi jika sudah mulai tercium tak ada yang beres, aku akan segera melindungi mu dari segala ancaman yang ada." yaaaa, dia memang pelindung setia ku. Entah siapa yang menjadi kapten sebenarnya, haha. 

    Dan memang, kemudian si tuan itu mendekat, dan membawakan sesuatu untuk ku. Oh, tidak dia membawa seekor kupu-kupu yang kemudian langsung hinggap di dalam perut ku. Tapi rasanya bukan satu. Tunggu.. biarkan aku menghitungnya perlahan...

satu ... dua..
sepuluh... dua puluh...
ah tidak..
ratusan! seratus ... dua ratus ...
LEBIH! lalu ada berapa? ribuaaaan? jutaaan? milyaraaan...?

     Aku kebingungan. Lalu hati yang awalnya melegakan keputusan sang logika mendadak panik! Bagaimana bisa aku mengatasi semua ini jika prajurit ku yang satu panik yang satu entah ada dimana? Semua kupu-kupu itu menggelitik di dalam perut ku. Aku benar-benar tidak menyangka menjadi seperti ini.

    Namun dalam kepanikan, aku sempat menoleh pada hati yang sedari tadi merajuk ketakutan, namun aku salah, ia tidak takut, kini ku lihat ia terdiam semabri berucap pada Tuan dari segala Tuan nya. Ia mengeja perlahan, "Terimakasih, Tuhan."

    Aku saling melempar pandang dengan sang logika. Tak ku sangka prajurit ku yang satu ini rupanya mendengar juga. Entah siapa yang akan berucap terlebih dahulu. Lantas, tak lama, ia berkata dengan raut tenang, "Good luck, kapten!"

:) :) :) :) :) :) :)



Wednesday, April 24, 2013

yang tersampaikan kepada mu

Kepada jiwa yang terkasih,


gemerlap rasa yang tak menjanjikan bahagia karna mu tak sanggup membutakan aku. reruntuhan ego sanggup kau bangun kembali melalui sendu-sendu tawa mereka akan sinisan berupa himpitan rasa. pandang itu mampu kau tepis dengan pengabdian mu akan kerajaan yang kau bangun dengan jemari mu sendiri. mereka yang mencoba atau berhasil merobohkannya tak juga membutakan aku. kau seorang kapten terhebat yang aku lihat di lembaran jiwa lainnya.
bahkan ketika prajurit jahat di luar sana mampu menembus kerajaan yang kau buat dan kemudian berhasil mengetahui tempat persembunyian ku dan kemudian mengoyakan aku menjadi butiran tak berbentuk, kamu pun dengan berani berusaha membangun itu semua. menyembuhkan aku.
kau tak pernah hadir dalam teriak ku, tapi kau tau aku tak baik.
kau tak pernah hadir dalam tangis ku, tapi kau tau aku tak lemah.
kau tak pernah berbagi dengan ku, tapi kau tau aku rapuh.
kau tak pernah menoleh pada sepi ku, tapi kau tau aku butuh teman.
kau tak pernah perduli akan hina ku, tapi kau tau aku berharga.
kau tak pernah mengekang, dan aku bahagia.
tak ada yang bisa ku ragukan dari mu. kau terhebat. paling hebat dari semua yang terhebat. aku bersyukur berada di bawah kuasa mu. aku bersyukur berlindung di balik kerajaan mu. tak pernah kau katakan jika aku lelah. tak pernah kau biarkan orang lain mengatakan aku tak sanggup. tak pernah kau izinkan dunia berteriak jika aku tak pantas.
namun... jika bukan aku yang mengatakan, apakah kau tau wahai kapten...
aku tak sehebat dirimu.
kau menampik semua hinaan itu dengan terus meyakinkan aku bahwa aku berhak mendapatkan semua itu.
tapi kapten... maaf.
aku lelah.
aku ingin beristirahat.
dan jika kau mau mendengar rasa ku saat ini, harus aku akui jika kau lah yang lebih lelah daripada aku. kau yang lebih membutuhkan perlindungan daripada aku. dengan diam aku tak banyak berbicara tapi aku ingin kau mencoba mngeja apa yang menjadi rasa ku saat ini.
tolong kau pertimbangkan rahasia ku ini.

kepada kamu wahai kapten, sang jiwa yang terhebat.
dari, hati kecil mu.

Monday, April 22, 2013

Lady Gaga - The Edge of Glory

"The Edge Of Glory"




There ain't no reason you and me should be alone
Tonight, yeah, baby! (Tonight, yeah, baby!)
And I got a reason that you're who should take me home tonight (Tonight)
I need a man that thinks it's right when it's so wrong
Tonight, yeah, baby! (Tonight, yeah, baby!)
Right on the limits where we know we both belong tonight

[Bridge:]
It's hard to feel the rush, to brush the dangerous
I'm gonna run right to, to the edge with you
Where we can both fall far in love

[Chorus:]
I'm on the edge of glory, and I'm hanging on a moment of truth
Out on the edge of glory, and I'm hanging on a moment with you
I'm on the edge, the edge, the edge, the edge, the edge, the edge, the edge,
I'm on the edge of glory, and I'm hanging on a moment with you
I'm on the edge with you.

Another shot before we kiss the other side
Tonight, yeah, baby! (Tonight, yeah, baby!)
I'm on the edge of something final we call life tonight
(Alright! Alright!)
Put on your shades, 'cause I'll be dancing in the flames
Tonight, yeah, baby! (Tonight, yeah, baby!)
It isn't hell if everybody knows my name tonight
(Alright! Alright!)

[Bridge:]
It's hard to feel the rush, to brush the dangerous
I'm gonna run right to, to the edge with you
Where we can both fall far in love

[Chorus:]
I'm on the edge of glory, and I'm hanging on a moment of truth
Out on the edge of glory, and I'm hanging on a moment with you
I'm on the edge, the edge, the edge, the edge, the edge, the edge, the edge,
I'm on the edge of glory, and I'm hanging on a moment with you
I'm on the edge with you.

I'm on the edge with you
I'm on the edge with you
(You, you, you...)

[Solo saxophone]

[Chorus:]
I'm on the edge of glory, and I'm hanging on a moment of truth
I'm on the edge of glory, and I'm hanging on a moment with you
I'm on the edge, the edge, the edge, the edge, the edge, the edge, the edge,
I'm on the edge of glory, and I'm hanging on a moment with you
I'm on the edge with you (with you, with you, with you, with you, with you)

Oasis - Wonderwall

"Wonderwall"

Today is gonna be the day
That they're gonna throw it back to you
By now you should've somehow
Realized what you gotta do
I don't believe that anybody
Feels the way I do about you now

Backbeat the word was on the street
That the fire in your heart is out
I'm sure you've heard it all before
But you never really had a doubt
I don't believe that anybody feels
The way I do about you now

And all the roads we have to walk are winding
And all the lights that lead us there are blinding
There are many things that I would
Like to say to you
But I don't know how

Because maybe
You're gonna be the one that saves me
And after all
You're my wonderwall

Today was gonna be the day
But they'll never throw it back to you
By now you should've somehow
Realized what you're not to do
I don't believe that anybody
Feels the way I do
About you now

And all the roads that lead you there were winding
And all the lights that light the way are blinding
There are many things that I would like to say to you
But I don't know how

I said maybe
You're gonna be the one that saves me
And after all
You're my wonderwall

I said maybe
You're gonna be the one that saves me
And after all
You're my wonderwall

Said maybe
You're gonna be the one that saves me
You're gonna be the one that saves me
You're gonna be the one that saves me

keruh itu datang

aku mengadu. mengadu pada ketiadaan keadilan. di senja ku merajuk gelap yang datang terlalu cepat. tak bertanyakah ia atas kesiapan ku dengan semua ini? lantas, bagian mana yang akan mereka koyakan kembali? terkenangkah mereka pada yang terakhir kalinya? saat jiwa mulai mencari jalan terangnya.
kerasnya cawan semu yang tak kunjung jua mereka retakan kini mulai mengambang karam. melalui sisa-sia tangis ku himpitkan kelam dalam lamun yang semakin merajai lembar alam. alam terdiam, dirinya pun tak kunjung menentukan resah akan rasa pada tangis atau pun tawa. dan ia bertanya-tanya.
kemudian kita tersungkur dalam diam. tak ada yang mengerti mengapa semua menjadi seperti ini. tak ada yang terbayang mengapa harus waktu ini. semua lantas mengapa? dengan diam semua mengapa itu merajuk dalam keheningan.

keruh!

semua menjadi keruh!

keheningan jiwa seolah membisikan jika apa yang kita lihat saat ini merupakan sisi terbaik yang ditawarkan pada dunia. penawaran yang paling baik yang sekalipun tak pernah tereka kelam. bagian mana yang akan kita perjudikan pada mereka?
semua ini terjadi begitu cepat. begitu tiba-tiba. bahkan tak sempat kita menyisakan satu hembusan nafas untuk disimpan dalam asa. lantas bertanyalah pada mereka, bagian mana lagi yang tersisa dan tak menarik untuk merapuh?
dimana kita? mengapa kita?
mengapa keruh itu lantas datang dan membuat kita terbangun. membuat kita harus terpaksa menjual tempat dimana kita berpijak.
dengan keraguan lantas kita mulai menghitung keruh itu :)

Wednesday, April 10, 2013

Hadiah dari Tuhan kepada umatnya :)



Hadiah apa yang Tuhan berikan pada mu hari ini?

Kenapa hari ini aku sedih?

Kenapa hari ini aku kehilangan?

Kenapa hari ini aku kecewa?

Kenapa hari ini aku marah?

Tidak kah kamu berfikir bahwa semua itu merupakan hadiah dari Tuhan? Tuhan telah menyiapkan semuanya sesuai dengan jadwal-Nya. Dan Tuhan lah yang menentukan siapa – siapa manusia yang berhak mendapatkan giliran akan hadiah tersebut.

Namun, tidak kah kamu sadari, setiap kamu mendapatkan giliran untuk merasakan sedih, kehilangan, kecewa, atau marah, Tuhan juga menyiapkan hadiah lainnya yang mungkin tidak kamu sadari. Kamu terlalu berfokus pada hadiah pertama, namun tidak mencoba untuk melihat hadiah kedua pada saat itu juga. 

Hari ini giliran mu mendapatkan hadiah “sedih”. Tidak kah kamu tahu, Tuhan juga memberikan hadiah “kesabaran”. Kamu tidak bisa menolak hadiah “sedih” itu, tapi kamu bisa memilih untuk menerima atau tidak hadiah “kesabaran” itu.

Hari ini giliran mu mendapatkan hadiah “kehilangan”. Tidak kah kamu tahu, Tuhan juga memberikan hadiah “ikhlas”. Kamu tidak bisa menolak hadiah “kehilangan” itu, tapi kamu bisa memilih untuk menerima atau tidak hadiah “ikhlas” itu.

Hari ini giliran mu mendapatkan hadiah “kecewa”. Tidak kah kamu tahu, Tuhan juga memberikan hadiah “lapang dada”. Kamu tidak bisa menolak hadiah “kecewa” itu, tapi kamu bisa memilih untuk menerima atau tidak hadiah “lapang dada” itu.

Begitupun dengan hadiah – hadiah lain seperti marah, sakit, berduka, gagal, dan hadiah – hadiah lainnya dalam bentuk sebuah rasa.  Kamu harus selalu ingat, akan ada kebahagiaan di setiap air mata, akan ada kemenangan di setiap jiwa yang besar. 

Jika Tuhan menghilangkan sesuatu dari dalam hidup mu, Tuhan pun pasti akan menggantikannya dengan sesuatu yang dapat menggantikannya. Tidak dengan apa yang kamu inginkan, tetapi Tuhan akan menggantinya dengan apa yang kamu butuhkan.

Tuhan ingin kamu berbagi dari setiap rasa senang yang ia berikan. Tuhan ingin kamu tidak lupa diri dari setiap rasa menang yang ia berikan.

Tuesday, April 9, 2013

Cerita Pendek - Si Bodoh dan Si Penjahat 3 (end)



“Sayang, kamu lagi dimana? Kamu kok dari tadi aku telfon gak diangkat. Aku nyariin tahu. Kalau kemana-mana tuh bilang. Jadi aku gak nyariin.”
Tara sedikit tertegun mendengar suara lembut Fabian di sebrang sana. Dari tadi Fabian memang menelfonnya tapi baru sekarang ia mengangkatnya. Awalnya Tara sempat ragu untuk mengangkatnya. Ia merasa perlu waktu untuk berfikir mengenai hubungannya dengan Fabian.
Namun akhirnya Tara mengangkat juga telfon dari Fabian. Dan kini didengarnya nada bicara Fabian yang seakan memang benar-benar sangat mengkhawatirkannya. Ia tahu, jika sedang baik seperti ini pasti Fabian sedang ada maunya. Beda sekali dengan nada bicara Fabian tadi siang.
“Aku gak kemana-mana. Aku di rumah.”
“Oh. Gitu yah. Yang, aku lagi di bengkel nih. Mobil ku masuk bengkel barusan. Aku belum dapet uang. Kamu bisa tolong transferin aku sekarang bisa gak?”
Tara terdiam. Entah mengapa hatinya terasa sangat sedih. Fabian tidak benar-benar mencari dirinya karna mengkhawatirkan dirinya.
“Oh. Itu. Hmmm, besok aku kasih cash aja yah.”
“Oke deh. Makasih sayang. Bye.”
Tara kembali terdiam. Majalah yang tadi sedang dibacanya rasanya sudah tidak menarik lagi. Ia berfikir sejenak. Entah mengapa ia benar-benar baru menyadari jika Fabian tidak benar-benar menyayanginya. Fabian hanya mempertahankannya dengan satu alasan. Keuntungan yang bisa Fabian dapatkan dari dirinya. Sikap manis yang ia terima barusan dari Fabian semata-mata memang karna Fabian sedang membutuhkannya.
Diluar itu? Entah kenapa Tara selalu menutup mata dan telinganya akan kejanggalan itu. Ia baru menyadari jika ia mirip sekali dengan si Bodoh dalam cerita yang di ceritakan tadi siang oleh Monika. Kini Tara tidak bisa menyangkal lagi. Ia memang telah lama terbelenggu dengan kebodohannya sendiri. Ia terlalu takut untuk melihat di sekelilingnya. Tara harus mengakhiri semua ini. Ia tidak mau lagi menjadi si Bodoh dalam cerita yang diceritakan oleh Monika. Ia harus memikirkan kebahagiaan untuknya. Kebahagiaan sesungguhnya yang tidak pernah ia dapatkan dari Fabian.

***

Pagi ini Tara datang ke sekolah dengan memantapkan perubahan di dirinya. Walau masih agak takut tapi ia tetap harus melakukan suatu tindakan. Ia berfikir semalaman. Ia memikirkan kata-katanya sendiri saat mengomentari si Bodoh dalam cerita yang diceritakan oleh Monika. Mungkin perubahan ini hanya ada dua alasan. Karna ia sudah belajar cukup banyak atau karna ia sudah terlalu disakiti cukup banyak.
Tara tersenyum senang saat melihat Monika dan Vanya di dekat gerbang sekolah. Tampaknya mereka juga baru sampai. Tara langsung menghampiri kedua sahabatnya. Tapi yang disapanya terlebih dahulu adalah Vanya. Ia tahu kemarin ia baru saja terlibat pertengkaran kecil dengan sahabatnya ini.
“Kita baikan ya.”
“Siapa yang marahan.” Sahut Vanya santai.
“Kan lo yang kemarin marah-marah sama gue.”
“Ngaco!”
Monika tersenyum geli. Ia hafal betul. Jika Tara dan Vanya habis bertengkar, pasti esok harinya ia akan mendapati Vanya yang bersikap seolah-olah jika tidak terjadi apa-apa.
Tiba-tiba perhatian mereka teralih karna melihat ada Fabian di parkiran. Fabian juga tampaknya baru sampai.
“Gue kesana dulu yah.” Pamit Tara pada Vanya dan Monika. Vanya mendengus kesal. Ia seperti tidak rela jika sahabatnya itu masih berhubungan dengan Fabian. Namun mereka berdua nyatanya tidak meninggalkan parkiran. Vanya dan Monika seperti ingin mengetahui apa yang ingin dibicarakan oleh Tara dan Fabian.
Melihat Tara datang, raut wajah Fabian langsung gembira. Tara tahu kalau Fabian akan bersikap manis kepadanya karna ada satu hal yang diminta Fabian tadi malam.
“Kamu bawa motor?” Tara melirik motor yang baru saja diparkir oleh Fabian.
“Iya sayang. Kan mobilnya masih di bengkel, hehehe.” Tara berfikir, tumben sekali Fabian memanggilnya dengan sebutan sayang.
“Kamu jadi minjemin aku uang kan?”
Tara tersenyum tipis. “Hmm, tadinya. Tapi kayaknya gak jadi deh. Kan kamu bukan pacar aku lagi sekarang. Mungkin kamu bisa cari pinjaman ke pacar-pacar kamu yang lain kali.”
Fabian terlihat bingung. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat ini. Tara yang dianggapnya sangat penurut itu tidak biasanya berkata seperti ini.
“Maksud kamu?”
“Kita putus.” Jawab Tara santai.
Tara pergi meninggalkan Fabian dan menghampiri Vanya dan Monika yang masih berdiri di tempat yang sama. Vanya dan Monika seakan-akan seperti tidak percaya apa yang baru saja mereka dengar. Tara tertawa kecil sambil merangkul kedua sahabatnya untuk masuk ke dalam sekolah. Terdengar Fabian berteriak-teriak memanggil namanya. Namun Tara tidak mau menoleh ke belakang lagi. Ia akui jika dirinya masih menyayangi Fabian. Namun cukup sudah ia dibutakan oleh perasaannya sendiri. Kini saatnya ia memikirkan kebahagiaan untuk hatinya. Ia hanya tersenyum kecil dan mulai menempatkan Fabian sebagai masa lalunya.
Tara menghentikan langkahnya ketika ia melihat Kian yang sedang berdiri di dekat lapangan basket. Tara langsung melepaskanrangkulannya pada Monika dan Vanya. Ia menghampiri Kian. Kian sendiri tampak tidak percaya saat Tara mendatanginya.
“Hai. Besok pamerannya jam berapa?” Tanya Tara ramah.
Kian terbengong. Tapi sebelum Tara meninggalkannya, ia langsung semangat menjawab pertanyaan Tara barusan. “Oh. Itu. Sore sih.”
“Hmmm… lo jadi mau ngajak gue kan?”
“Hah?” Kian terlihat benar-benar masih tidak percaya.
“Lo jemput gue, ya?”
“Emang nggak apa-apa lo jalan sama gue?”
“Emang ada larangan cewek jomblo jalan sama teman cowok-nya ya?” Tara tertawa kecil. Ia tidak menjadikan Kian sebagai tempat pelariannya. Ia hanya mencoba mencari kebahagiaan itu pada Kian.
Ya… semoga saja.
Sementara itu Vanya dan Monika menatap Tara takjub. Seakan-akan itu bukan Tara yang mereka kenal. Tapi setidaknya lebih baik. Tentu ini menjadi sebuah kejutan baik yang diperlihatkan olah sahabat mereka. Vanya masih saja terheran-heran. Sedangkan Monika, ia sadar, mungkin cerita tentang si Bodoh dan si Penjahat yang ia ceritakan pada Tara telah menyadarkan sahabatnya itu.
“Gue benar-benar heran si Tara kesambet apa. Dari tadi dia gak berhenti-berhenti ngasih kejutan ke kita. Tapi yang pasti, gue benar-benar ngerasa lega dan bersyukur banget kalau ia bisa melepas si Fabian.”
“Kita tunggu aja sampai dia yang cerita.”
Monika tersenyum dan mengajak Vanya untuk masuk ke dalam kelas. Mereka membiarkan temannya sedang bahagia. Di sana masih ada Tara dan Kian yang nampaknya sedang asik berbicara. Sesekali Tara terlihat tertawa ketika mendengar celotehan Kian. Sebelumnya ia memang tidak pernah berbicara banyak dengan Kian seperti sekarang. Tapi ternyata Kian anak yang asik dan sopan. Bahkan sesekali ucapan-ucapan Kian mampu menimbulkan gelak tawa.
“Bagus deh. Gue gak akan lagi berantem-berantem sama Tara karna soal Fabian.”
Monika tertawa kecil. “Ngomong-ngomong, Fabian jomblo tuh.”
“Terus kenapa?”
“Siapa tau lo mau jadi pacarnya gantiin Tara.”
“MONIKAAAA…!” Teriak Vanya keras. Monika langsung berlari kencang sebelum Vanya berhasil mencubitnya.
Berjuang untuk perubahan itu memang susah. Tapi terkadang yang menyebabkan sulit itu adalah meninggalkan apa yang telah berada lama di sisi kita.
Namun Tara sadar. Ia memang menempatkan Fabian di sisinya, tapi dirinya, tidak pernah ada di sisinya. Dan Tarisa tidak perlu lagi takut untuk melepaskan Fabian dari sisinya. Karna satu fakta tentang kehidupan, apakah baik atau buruk, semua harus tetap berjalan. Mungkin tidak ada salahnya jika ia mulai membuka mata dan hatinya untuk Kian.
Mungkin terdengar lucu ketika bagaimana seseorang lari dari orang-orang yang mencoba membuat mereka bahagia namun orang itu justru berjuang untuk orang-orang yang telah membuat mereka menangis. Seperti itu lah Tara yang kemarin. Tapi kini semua sudah berubah. Sepertinya si Bodoh memutuskan untuk melihat orang baik di kota lain dari pada terus untuk tinggal di rumah sang Penjahat.
Kemudian si Bodoh mengganti namanya menjadi si Bahagia. Jangan khawatir tentang bagaimana hal-hal yang mungkin berubah. Hanya ingat bahwa tidak ada yang datang kepada seseorang selama orang itu tidak berani untuk mencobanya.

Cerita Pendek - Si Bodoh dan Si Penjahat 2



Monika menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Hari ini jalan raya juga tidak terlalu ramai. Tara meletakan kardus yang ia bawanya tadi di jok belakang sehingga ia tidak perlu memangku kardus tersebut selama perjalanan. Namun selama dalam perjalanan Tara terlihat murung. Monika tahu kalau sebenarnya Tara paham betul apa yang diucapkan oleh Vanya, namun Tara selalu berusaha untuk berfikir positif walaupun memang nyatanya apa yang diucapkan Vanya itu benar. Dan pasti saat ini Tara sedang memikirkannya. Monika sendiripun tidak berani untuk menyinggungnya. Ia hanya mencoba untuk membicarakan hal lain pada Tara.
Monika memang sadar jika dirinya tidak seberani Vanya yang langsung berbicara to the point. Sekalipun apa yang diucapkan Vanya, sama persis dengan apa yang ada dipikirkannya. Ia juga sangat menyayangi Tara, namun ia juga paham betul sikap keras Tara yang tidak mudah dikasih tahu.
“Eh, Ra. Lo pernah dengar cerita tentang Si Bodoh dan Si Penjahat belum?”
Tarisa langsung memanglingkan wajahnya kepada Monika. Sedari tadi ia memang hanya melamun saja. Namun rupanya ia  tampak tertarik dengan ucapan Monika barusan.
“Apa? Si Bodoh dan Si Penjahat?”
“Iya. Cerita singkat gitu deh.”
 “Hah? Belum. Cerita apaan tuh? Mau dengar dong.”
“Cerita sederhana yang pernah gue dengar dari Kakak gue.”              
“Kenapa dengan si bodoh dan si penjahat?” Tara terlihat mulai semakin penasaran.
Monika pun memulai ceritanya sambil tetap menyetir mobil.
“Jadi menceritakan tentang si bodoh yang berada di kota para penjahat. Si bodoh tidak memiliki rumah, namun ia memiliki banyak harta. Dan suatu ketika, si bodoh menyukai salah satu penjahat yang ada di kota tersebut. Si bodoh ingin menumpang di rumah penjahat tersebut. Tentu saja si penjahat langsung menerimanya. Si bodoh menitipkan semua hartanya kepada si penjahat. Sekali hartanya tidak kembali lagi. Si bodoh biasa saja. Sampai ia terlalu sering memasukan harta yang ia dapat ke rumah si penjahat yang ia tumpangi. Si bodoh tahu kalau hartanya tidak akan kembali. Tapi si bodoh terlanjur mencintai penjahat tersebut. Tidak hanya harta benda. Semua hal sampai harga dirinya pun ia berikan kepada si penjahat.
Lalu, apa penjahat itu tersentuh? Tidak. Karna ia tahu dia adalah si bodoh. Dan apa perlu si penjahat itu mencari si bodoh bila si bodoh sedang keluar dari rumahnya? Tidak perlu. Karna si bodoh akan datang lagi dengan sendirinya, menawarkan bahkan memberikan hartanya lagi untuk si penjahat. Namun si bodoh pun sebenarnya memiliki harapan yang bodoh. Berharap ‘suatu saat nanti si penjahat akan melihat ketulusan hatinya’.  Tapi nyatanya si penjahat hanya melihat kebodohannya saja.
Namun apa yang terjadi ketika si penjahat justru menyukai si cantik yang datang dari kota lain dan membawanya masuk ke dalam rumah yang juga telah dihuni oleh si bodoh? Si bodoh tetap tinggal. Jika ia pergi pun si bodoh akan tetap datang. Tetap menawarkan dan memberikan hartanya kepada si penjahat. Apa si cantik cemburu? Tentu tidak. Si cantik juga tahu kalau yang ada di rumah itu adalah si bodoh.
Lalu, apa yang terjadi ketika si bodoh putus asa? Ketika si bodoh memutuskan untuk keluar dari rumah penjahat tersebut dan mulai mencari rumah lain untuk ia huni, kepada siapa ia akan berpaling? Dengan siapa si bodoh akan bertemu? Tentu dengan penjahat yang lainnya, karna ia masih berada di kota yang sama. Dan si bodoh memulainya dari awal. Menawarkan dan memberikan apa yang ia punya kepada si penjahat barunya.
Kenapa si bodoh itu tidak pergi saja dari kota tersebut? Dan menemukan orang-orang baik di luar sana. Apakah karna ia bodoh sehingga ia tidak tahu cara keluar dari kota tersebut? Bukan karna itu. Sedikitpun si bodoh tidak pernah berfikir ada kota lain di luar sana. Karna ia sedang menikmati sisa-sisa dari kebodohannya. Dan ternyata ia semakin menikmatinya. Dan parahnya lagi ia merasa senang bahkan mulai terbiasa dan tidak bisa melepaskan kebodohannya.”
Monika mengakhiri ceritanya. Diliriknya Tara. Tara terlihat sedang mengerutkan alisnya. Mulutnya sedikit tenganga. Ia terlihat sangat menyimak dan juga sangat kesal dengan cerita barusan.
“Gila! Benar-benar bodoh banget tuh orang. Pantes aja dalam cerita tersebut dia dipanggil si bodoh.”
“Hahahaha… judul ceritanya aja kan si Bodoh dan si Penjahat. Ya jelas bodoh lah.”
“Tapi bodohnya kebangetan gitu. Dia pikir dengan hanya memberikan harta sama si penjahat, si penjahat bakal mencintai dia apa? Udah tahu penjahat, ya senengnya dikasih harta lah, bukan kebaikan. Bodohnya dia yang datang sendiri lagi ke rumah penjahat itu. Dan kalaupun dia keluar, kenapa juga masuk ke rumah penjahat lagi?”
“Ya kan dia masih ada di kota penjahat.”
“Gue jadi gemes banget sama si bodoh itu. Kenapa dia nggak membuka matanya? Sebodoh-bodohnya dia, pasti dia gak bisa menutupi kesedihannya lah ketika si penjahat gak mencintai dia. Apalagi tiba-tiba muncul si cantik. Ihhhhh….” Terdengar sekali Tara yang seperti masih terbawa dengan jalan cerita tadi dan kini ia jadi kesal.
“Kenapa juga si bodoh gak mencoba keluar dari kota dan menemukan pria yang benar-benar baik?”
Monika hanya tersenyum kecil sambil tetap memandangi jalan raya. Ia terus saja mendengar ocehan Tara yang masih menyayangkan sikap bodoh dari si Bodoh yang diceritakan Monika.
 Mobil yang dikendarai Monika hampir sampai memasuki perumahan tempat Tara tinggal. Dan Tara seperti tidak begitu memperhatikan dimana ia berada. Ia masih saja mengoceh soal si Bodoh.
“Bagaimana bisa di begitu bertahannya dengan si penjahat yang gak pernah menghargai dia sedikit pun? Kenapa dia begitu takut atau bahkan berpura-pura atau tidak perduli atau atau yang lainnya untuk mencoba melihat dunia luar, yang menurut gue sih pasti yah, bukan mungkin. Pastinya lebih baik dari yang ia dapatkan selama ini.” kalimat demi kalimat yang diucapkan Tara mulai terdengar tidak beraturan.
“ Kenapa ia begitu takut jika ia tidak akan menemukan kebahagiaan seperti yang sudah ia rasakan selama ini? Lagi pula emang dia bahagia? Dan kenapa…..”
Tiba-tiba Tara terdiam.
Monika memarkirkan mobil nya di depan pagar rumah Tara. Monika tahu. Tarisa terdiam bukan karna mereka telah sampai. Tapi seperti ada yang baru saja disadari oleh perkataannya barusan. Tara tertawa kecil. Ia sendiri tidak yakin dengan apa yang diucapkannya barusan. Entah mengapa ia merasa jika ia seperti sedang membicarakan dirinya sendiri.
 Ia mengambil kardus berisi peralatan madingnya di kursi belakang. Setelah itu ia tersenyum kecil pada Monika sebelum turun dari mobil Monika.
“Gue rasa gue paham maksud lo menceritakan kisah ini sama gue.”