“Halo, sayang. Kamu
masih di jalan?”
“Hai Raka, iya aku mau
jemput Angga dulu. Kamu udah di rumah aku ya?”
“Baru sampai kok.”
“Oke. Tunggu ya.”
“Oke. Take care.”
Ane tersenyum kecil
sambil meletakan telfon genggamnya ke jok yang ada di sebelahnya. Malam ini ia ada
janji makan malam special dengan
Raka. Cowok yang dipacarinya beberapa bulanyang lalu. Ane bertemu dengan Raka
saat team basket sekolah Raka bertanding dengan team basket sekolahnya. Di
situlah awal perkenalan mereka. Ane dan Raka sering bertemu dan akhirnya mereka
resmi berpacaran. Dan Ane merasa sangat senang karna malam ini Raka mengajaknya
untuk makan malam di rumah Raka sekaligus mengenalkan Ane pada Mamah nya Raka
yang baru pulang dari luar negri.
Ane memarkirkan
mobilnya tepat di depan gedung sekolah Angga. Sepertinya sekolah sudah bibar
dari setengah jam yang lalu. Berkali-kali Ane mencoba menghubungi Angga tapi
tidak pernah ada jawaban.
“Kemana sih tuh anak!”
Ane benar-benar kesal karna sudah hampir lima kali ia menelfon Angga tapi tidak
pernah ada jawaban. Apalagi menunggu adalah hal yang paling tidak disukainya.
Ane membuka jendela
mobilnya ketika ia melihat beberapa teman Angga. Ane masih ingat wajahnya karna
beberapa kali Angga pernah membawa teman-temannya ke rumah.
“Arka!” sekali teriak,
Arka langsung menoleh pada Ane. Tahu kalau Ane yang memanggil.
“Eh, Kakak cantik.
Tumben banget nih kesini? Mau ketemu gue ya?”
“Gigi lo botak! Mana
Angga?” Tanya Ane ketus.
Arka menggaruk-garuk
kepalanya. ia mengingat-ingat kemana perginya Angga. “Hmm. Bukannya tadi udah
pulang ya, Kak?”
“Yeee. Mana gue tau.
Yang satu sekolah sama dia kan lo.”
“Iya Kak Ane. Adik lo
itu udah pulang.”
“Naik apa tuh anak?”
“Gak tau! Bus tronton
kali.”
“Oke! Tengkyu.” Ucap
Ane singkat dan ia langsung mengas mobilnya dengan kencang. Arka hanya bisa
menggeleng-geleng kepalanya. walaupun baru beberapa kali bertemu dengan Ane, tapi
Arka seperti bisa memaklumi sifat Ane barusan.
Ane semakin kesal.
Sudah dijemput, pulang duluan lagi. Satu-satunya yang ia lakukan adalah kembali
menelfon Raka dan menceritakan kekesalannya.
“Aku kesel banget sama
dia. Pasti dia jalan sama si tante-tante itu deh.”
“Hei, kenapa?
Tante-tante siapa?”
“Aku belum cerita ya
sama kamu. Belum lama Angga ketahuan pacaran sama anak kuliahan. Papah ku tahu.
Dia marah banget sama sama Angga. Dikasih mobil buat pergi ke sekolah, tapi
malah buat antar jemput si pacarnya itu. Makanya sekarang Angga nggak dibolehin
pakai mobil lagi. Aku deh disuruh jemput dia.”
“Kenapa nggak suruh
supir yang jemput sih?”
“Ah, nggak tahu deh
tuh Papah. Sekarang aku udah cape-cape ke sekolahnya, orangnya malah pulang
duluan. Ngeselin banget kan.”
Ane terus menyetir
mobilnya sambil terus menelfon. Tapi tiba-tiba pandangannya beralih pada sisi
jalan yang sedang ia perhatikan. “Kayaknya aku lihat Angga.” Ucap Ane singkat
lalu ia segera memarkirkan mobilnya pada sisi jalan.
Ane melihat Angga
sedang makan bersama seorang cewek di sebuah foodcourt yang terlihat dari sisi jalan. Maka dari itu Ane
buru-buru memarkirkan mobilnya dan pergi menemui Angga.
Angga begitu terkejut
mengetahui jika Kakaknya berada disini. Begitupun teman yang bersama Angga. Ane
langsung bertolak pinggang ketika tahu kalau yang ia lihat itu benar Adiknya.
“Gila! Bangus banget
ya lo masih jalan sama nih orang.” Spontan Angga langsung bangun dari kursi
yang didudukinya. Ia tahu Ane pasti akan terus berbicara dengan suara keras dan
tidak akan perduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
“Oke. Kita bicarain di
rumah, Kak.”
“Di rumah? Tapi di
luar lo masih jalan sama nih cewek? Sekalian aja kita bicarain disini.” Ane
semakin tidak perduli dengan orang-orang yang menatap ke arah mereka. Sedangkan
Angga sebisa mungkin bersikap tenang. Benar-benar kakak beradik yang sangat
memiliki sifat berbeda. Mungkin orang mengira kalau Ane adalah pacar Angga. Ane
marah-marah karna melihat pacarnya jalan dengan wanita lain.
“Papah tuh udah
ngelarang lo pacaran sama nih cewek.”
“Bisa nggak sih lo
manggil dia pake nama. Dia punya nama, Kak. Namanya Arina.”
“Penting y ague tahu
namanya?” Ane makin geram. Cewek bernama Arina terlihat sekali seperti sedang
menahan emosi, tapi ia tetap duduk diam membiarkan Ane dan Angga berbicara.
“Selain punya nama, punya apa lagi dia?” Ane tersenyum sinis. “Tapi kayaknya
gue nggak yakin kalau cewek lo tang tuir
ini punya malu.”
Arina menggebrak meja
dan langsung bangun dari kursinya. “Eh lo kalau ngomong yang sopan ya? Yang
nggak punya malu lo apa gue? Maki-maki orang di tempat umum.”
Pandangan Ane langsung
berubah kepada Arina.
“Jadi menurut lo
maki-maki orang di tempat ini disebut nggak tahu malu? Terus apa kabar sama lo
yang macarin anak sekolah. Kelas satu SMA, woy!!!”
Arina mengepalkan
tinjunya. Ingin rasanya ia menonjok wajah Ane yang terlihat sangat mengesalkan
itu. Tapi ia harus bisa mengontrol diri. Di satu sisi, ia masih ingat kalau Ane
adalah Kakak pacarnya.
“Emang nggak ada cowok
seumuran lo apa yang bisa lo pacarin.” Ane kembali beralih pada Angga. “Lo lagi
Ngga! Kenapa selera lo yang beginian sih? Udah abis cewek cantik di sekolah lo?
Masa iya perlu gue kenalin lo sama salah satu temen gue? Tapi yang jelas seribu
kali lebih bagus dari dia ya.”
“Kak, lo yang sopan
dikit dong sama Arina. Dia tuh pacar gue. Gue juga nggak pernag ngusik
kehidupan lo sama cowok lo.”
“Oh tentu saja, karna
gue pacaran sama orang yang benar, nggak seperti lo.”
“Bisa nggak sih lo
lebih sopan sedikit aja. gimanapun juga Arina lebih tua dari lo, Kak!”
Mendengar ucapan Angga
barusan, Ane seperti mendapat sebuah gelitikan. “Hahaha. Nyadar ya lo kalau
cewek lo tua.”
“Lo punya mulut di
sekolahin nggak sih? Emang apa salahnya kalau gue pacaran sama Angga? Toh gue
nggak main-mainin Angga. Gue sayang sama Angga.” Ucap Arina kesal. Hanya saja
suara Arina tidak meledak-ledak seperti Ane.
“Mulut-mulut gue,
kenapa lo yang sibuk? Udahlah lo nggak usah ngejar-ngejar adik gue lagi. Inget
umur juga kali. Kalau lo ngerasa lebih tua dari gue ya seharusnya lo mikir,
tindakan lo macarin cowok yang umurnya jauh dibawah lo itu bener apa nggak!”
Ucapan Ane terakhir
sepertinya benar-benar menyakitkan hati Arina. Ia juga sudah tidak tahan dengan
banyak pasang mata yang memandang kepadanya. Belum lagi orang-orang yang
berbisik-bisik membicarakan mereka. Arina langsung pergi dengan mata yang
berkaca-kaca. Sedangkan Ane, ia merasa kalau kata-kata yang diucapkannya tadi
bukan masalah besar.
“Masuk mobil gue lo
sekarang!” perintah Ane kesal.
“Nggak! Gue bisa
pulang sendiri!”
“Heh! Lo tuh udah
nyita waktu gue banyak ya! Gue tuh punya acara lagi selain ngurusin lo.”
“Gue nggak pernah
minta lo ngurusin gue. Dan gue malah sangat amat berharap lo nggak pernag
ngurusin hidup gue. Bahkan kalau perlu lo nggak usah ada di hidup gue!”
“Oke kalau mau lo
begitu. Tapi lo nggak lupa kan kalau Papah akan sangat mendengarkan setiap
perkataan Kakak lo yang cantik dan pintar ini. Kayaknya kalau lo masih ngelawan
ada baiknya gue kasih saran ke Papah supaya mindahin lo ke Sydney sama Nenek
ya.”
Angga terdiam. Ia merasa
itu adalah sebuah ancaman untuknya. Tanpa perlawanan lagi ia segera berjalan ke
mobil Ane yang terparkir tidak jauh darinya.
bersambung....
No comments:
Post a Comment