Good Morning, Univers!

i dont know if i've ever felt like that :)

Wednesday, June 27, 2012

Cerita Pendek - Finding Farah 1

Pencarian seorang yang tidak kunjung datang, membuat ia tersadar…
Ia tidak akan pernah lagi menyia-nyiakan segala hal yang berharga dalam hidupnya. Ia tidak akan pernah menutup hati untuk cinta yang datang kepadanya…



Finding
Farah




Teriknya kota Jakarta siang ini menambah perasaan Nika yang sedang kesal. Ia kesal karna lagi-lagi ia bertengkar dengan Kakak perempuannya, Sasha. Tidak lain dan tidak bukan, mereka selalu terlibat pertengkaran hanya karna Sasha yang sedikit kecewa dengan turunnya nilai-nilai Nika di sekolah. Mengingat jika Nika sudah memasuki tahun terakhir di sekolah menengah atas, tentu membuat Sasya semakin was-was dengan nilai-nilai Nika yang berangsur turun. Sedang Nika, ia merasa jika tidak ada masalah dengan nilai-nilainya. Walaupun ada beberapa yang memang turun, tapi Nika merasa jika seharusnya Sasha tidak perlu memarahinya habis-habisan dan langsung membuat larangan untuknya pergi bermain sampai ujian nasional tiba.
Saat ini, Nika memang hanya tinggal berdua dengan Kakaknya, Sasha. Sehingga segala urusan tentang dirinya, Sasha yang mengatur. Nika baru berusia 17 tahun, sedangkan Sasha berusia 23 tahun. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Sasha langsung bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Orang tua mereka memang sudah lama meniggal dunia sejak Nika masih kecil. Dan Sasha lah satu-satunya yang menjaga dan mengurus Nika. Walaupun mereka hidup berkecukupan dengan harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua mereka, namun Sasha tidak mau membiasakan Nika untuk hidup manja.
Hanya saja, mungkin karna ia kehilangan orang tua saat masih kecil, sehingga sifat manja dan egois Nika sulit sekali di hilangkan. Dan sifat-sifat seperti itulah yang membuat diri-nya cepat sekali marah. Bahkan sering sekali ia kabur dari rumah dan menginap di rumah temannya hanya karna bertengkar dengan Sashy. Ia merasa bosan dengan Sasha yang selalu bawel menasehati dirinya. Dan sama hal nya dengan siang ini, Nika sudah membawa tas besar dari rumah. Ia akan kabur lagi ke rumah temannya.
“Udah dehl, lo gak usah nyariin gue. Justru lo harusnya seneng gue gak ada di rumah. Dan lo gak perlu susah-susah bersika kayak nyokap deh. Gue tuh cape diatur-atur terus sama lo.”
“Emang Kakak kaya gini buat siapa sih? Asal kamu tahu Kakak cape banting tulang kerja buat menghidupi kita berdua. Kakak cuma gak mau kamu main-main sama sekolah kamu. Kapan sih kamu mau dewasa sedikit?”
“Yaelah Kak, warisan yang ditinggalin Mamah sama Papah kan masih banyak. Bayarin aja sekolah gue pake duit itu!”
“Kakak tuh bayarin sekolah kamu pakai uang hasil kerja keras Kakak. Kita gak bisa selamanya lah mengandalkan harta warisan Mamah sama Papah.”
“Jangan mentang-mentang lo yang bayarin sekolah gue ya, lo jadi sok paling berkuasa. Pokoknya gue males pulang kalau lo masih suka nyeramahin gue di rumah.”
“Kapan sih kamu mau berubah? Pikirin gimana sedihnya Mamah sama Papah kalau tahu kelakuan kamu yang gak pernah berubah!”
“Au ah…!!!”
Nika langsung memutuskan hubungan telfonnya dengan Kakaknya, Sasha. Ia baru sadar kalau kini hampir semua penghuni angkutan umum yang ditaikinya saat ini sedang melihat kepadanya. Posisi duduk Nika memang tepat berada di pojok sehingga siapapun dapat melihatnya, apalagi dia baru saja menelfon dengan suara yang keras. Tanpa ragu Nika langsung menyetop angkutan umum tersebut dan membayar dengan uang pas.
Terik matahari langsung menyambutnya. Nika turun tepat di depan Museum Bank Mandiri di Kota Tua. Padahal ia harus berhenti di dekat pasar Glodok dan menyambungnya dengan angkutan lain.
“Farah?” sebuah suara halus tiba-tiba memanggil namanya. Nika langsung menoleh pada asal suara itu. Seorang wanita cantik berambut panjang dan berkulit putih tengah berdiri di dekatnya. Menurut Nika, wanita yang ada di dekatnya ini bagaikan seorang model. Heran juga wanita secantik ini mau berpanas-panasan di tempat ini. Wanita itu melemparkan senyum yang sangat manis kepada nika. Seolah-olah ia telah menemukan apa yang sedang dicarinya.
“Farah? Emang wajah saya mirip Farah ya? Saya bukan Farah, Mbak. Emang secantik apa sih si Farah sampai-sampai Mbak nyangkain saya Farah?” Wanita itu tertawa kecil mendengar celotehan Nika.
“Aduh maaf. Saya kira kamu adik saya. Soalnya dari jauh kamu mirip banget sama Farah. Tinggi nya, panjang rambut nya…”

No comments:

Post a Comment