Good Morning, Univers!

i dont know if i've ever felt like that :)

Wednesday, June 27, 2012

Cerita Pendek - Finding Farah 3

Nika berjalan beberapa langkah lebih awal dari Wina. Rasanya tas besar yang dibawanya itu tidak terlalu membuat ia terbebani. Ia justru semangat sekali ketika masuk ke dalam tempat percetakan. Bahkan ia sendiri melupakan tujuan utamanya yaitu pergi mengungsi ke rumah temannya.
Kini ia sudah tiba di depan sebuah toko percetakan. Seorang pegawai menyambutnya dengan ramah.
“Mas mau buat selebaran orang hilang dong.”
“Siapa yang ilang neng? Pacarnya ya?” canda si pegawai toko  tersebut.
Nika tertawa kecil. Ia tidak marah orang itu meledeknya. Tujuannya memang ingin membantu Wina. “Adiknya temen ku.” Nika melihat-lihat jenis kertas-kertas yang ada di dekatnya.
Sesaat Nika baru menyadari tampaknya Wina belum ikut masuk ke dalam toko percetakan tersebut. Nika langsung keluar dari dalam toko dan menarik lengan Wina untuk berjalan lebih cepat. “Kak Wina buruan dong. Aku lagi tanya-tanya nih.” Wina hanya membalasnya dengan tersenyum kecil.
Tiba-tiba hal yang tidak diduga terjadi. Baru saja Nika dan Wina berada di depan pintu masuk toko percetakan, seorang pegawai yang tadi sempat bercanda dengan Nika terlihat sangat kesal melihat kedatangan Wina. Dan yang paling membuat Nika heran justru pegawai itu tampaknya benar-benar kesal dan langsung mengusir mereka. Berbeda seklai dengan perlakuan yang ia dapat sebelumnya.
“Ahhh… Sana, sana! Ke tempat percetakan yang lain saja! Cari orang hilang mulu.” Omel pegawai itu sambil mengahalu di pintu masuk. Nika jelas kebingungan. Dan ia juga jadi ikut kesal kepada si pegawai itu.
“Loh! Emang kenapa kalau mau cari orang hilang? Kita kan bayar!”
“Ah. Mau bayar mau gak. Sana-sana. Jangan disini!”
Wina langsung mengajak Nika meninggalkan tempat itu. Ia tidak mau Nika jadi bertengkar dengan pegawai toko tersebut gara-gara dirinya.
 “Udah. Udah. Kita cari tempat lain saja yuk.” Akhirnya Wina berhasil mengajak Nika untuk segera pergi dari tempat itu. Nika sendiri masih bertanya kenapa sikap si pegawai tiba-tiba berubah saat melihat Wina datang.
“Kak Wina emang sebelumnya pernah datang ke tempat itu?” Wina hanya mengangguk perlahan. “Terus kenapa orang itu marah-marah? Kak Wina gak bayar?”
Wina tersenyum lagi. Raut wajah Nika terlihat sangat lucu di matanya. “Udah gak apa-apa. Sekarang kita makan aja yuk. Udah mau sore pasti kamu belum makan deh.”
Nika hanya menuruti ajakan Wina saat itu. Ia benar-benar masih bingung mengapa pemilik percetakan toko sangat kesal saat mereka datang. Dan Wina pun bersikap seolah-olah ada sesuatu yang ia sembunyikan. Dan mendengar Wina mengajaknya makan, Nika berfikir jika itu hanya entuk pengalihan perhatian yang dilakukan oleh Wina agar dirinya tidak bertanya lagi.
Dan kini Wina tengah mengajak Nika menuju sebuah rumah makan. Nika hanya menurut saja. Ia baru ingat kalau ia sendiri belum makan dari tadi pagi. Pencarian ini mulai membuat ia sedikit kelelahan. Tas yang dibawanya juga mulai terasa berat. padahal sebelumnya ia bersemangat sekali kesana kemari sambil membawa tas besar miliknya.
Si Ibu pemilik rumah makan tersenyum ramah melihat kedatangan mereka. Sepertinya Wina sudah dikenal di rumah makan ini karna saat Wina mengajaknya masuk, si Ibu langsung menyuruh salah satu pegawainya untuk membawakan makanan.
“Din, non Wina dateng nih. Cepat kasih makanan yang seperti biasa.”
“Makasi, Bu.” Ucap Wina ramah. Ia langsung mengajak Nika untuk duduk di kursi yang berdekatan dengan jendela. Nika sedikit heran karna entah mengapa ia merasa kalau banyak mata yang memperhatikan mereka. Ditambah dengan ucapan si Ibu barusan. Seolah-olah mereka sudah tahu apa yang akan dipesan oleh Wina tanpa menanyakan pesanan makanan Wina. Tapi karna ia sudah lelah, ia cuek saja dengan perasaannya itu.
“Kak Wina sering makan di sini ya?”
“Iya. Ini tempat makan favorit Mamah sam Papah aku. Farah juga suka makan disini. Nasi goreng ayam nya enak loh. Nah yang dimaksud makanan yang biasa itu ya, nasi goreng kesukaan aku itu, Nik.”
Nika mengangguk perlahan. Dan tanpa menunggu lama, seorang pelayan pun dengan cepat mengantar dua piring nasi goreng tersebut serta dua gelas es teh manis ke atas meja mereka. Kemudian mereka pun mulai mengobrol kembali.
“Nika punya Kakak atau Adik?” tanya Wina.
“Aku punya Kakak perempuan juga satu. Sama kayak Kak Wina sama Farah. Cuma aja aku hanya tinggal berdua sama Kakak ku. Orang tua kami udah lama meninggal.”
Wina menunjukan wajah sedih. “Kamu yang tabah ya. Tapi yang penting masih ada Kakak kamu. Pasti dia sayang banget sama kamu. Karna Kak Wina tahu bagaimana perasaan seorang Kakak terhadap adiknya. Hanya saja aku bukan Kakak yang baik. Aku sendiri penyebab kepergian Farah dari rumah.”
Nika mulai penasaran dengan cerita Wina. Entah mengapa tiba-tiba ia teringat pada Kak Sasha. Ia melihat berapa sedihnya wajah Wina saat menceritakan bagaimana rasanya saat ia kehilangan Farah. Ia makin tidak mau jujur pada Wina jika sebenarnya saat ini ia pun sedang kabur dari rumah karna bertengkar dengan Kakak-nya.
“Aku jarang sekali memperhatikan Farah, padahal aku kakak satu-satunya. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan aku, dengan teman-teman ku. Bahkan waktu liburku aku pergunakan untuk bermain bersama teman-teman. Aku hidup seperti anak tunggal. Aku merasa seperti tidak punya adik, padahal Farah sangat perhatian kepada ku. Dia tidak pernah melupakan hari ulang tahunku. Sedangkan aku, entah sudah berapa kali aku melupakan hari ulang tahunnya. Dan pada suatu hari, tepat dihari ulang tahun-nya, aku sama sekali lupa kalau hari itu ia berulang tahun. Orang di rumah bilang, Farah pergi bersama teman-teman sekolahnya untuk merayakan ulang tahunnya. Tapi malam itu dia gak pulang, dan sampai sekarang dia gak pernah pulang.”

No comments:

Post a Comment