Good Morning, Univers!

i dont know if i've ever felt like that :)

Wednesday, June 27, 2012

Letter to Julian Part 1



Tidak ada yang salah dengan perasaan cinta yang dimiliki Seseorang. Cinta itu datangnya dari Tuhan. Kita akan bahagia bila kita tahu bagaimana caranya mencintai dengan tulus tanpa mengharapkan apa-apa…








 


Letter to Julian…



Sore hari. Langit mendung.
Mami mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Kedua anaknya duduk di kursi belakang. Kina 19 tahun dan adiknya Dira 6 tahun. Dimana saat itu isi mobil hampir penuh dengan kantong belanjaan milik Mami. Beberapa jam yang lalu mereka memang tengah menghabiskan waktu untuk berbelanja bulanan di sebuah pusat perbelanjaan yang ada di pusat kota. Terlalu banyak belanjaan yang mereka peroleh sampai-sampai bagasi mobil tidak muat untuk menampung seluruh belanjaan mereka.
Mami merupakan seorang Ibu yang melahirkan Kina pada usia yang masih muda. Namun ia harus mengalami kegagalan rumah tangga saat Kina masih sekolah, dan beberapa tahun lalu ia puun menikah lagi dengan seorang pria yang dicintainya, dan kemudian lahir lah Dira. Kina seorang gadis yang cantik. Kulitnya putih bersih seperti Maminya. Namun ia memiliki rambut hitam panjang sedangkan Mami berambut panjang dengan bagian ikal di ujung rambut yang berwarna coklat tua. Sedangkan Dira sangat persis dengan Ayahnya. Dira merupakan anak laki-laki yang tampan.
Mami terlihat fokus menyetir mobilnya. Jalanan tampak basah. Dira pun sedang asik memainkan sebuah mainan robot yang juga baru dibelinya tadi. Suara mainan robot tersebut  memenuhi dalam mobil. Sejak masuk ke dalam mobil Kina hanya membuang pandangannya ke luar jendela. Ia memang tidak anyak bicara hari ini. Kini yang dilakukannya hanya menatapi sisa-sisa air hujan yang ada di balik jendela mobil. Wajahny terlihat sedih. Melamun. Mami sendiri tidak pernah memusingkan sikap anak nya yang satu ini. Baginya, Kina terkadang seperti memiliki dunianya sendiri yang tidak ingin diketahui orang lain.
Tiba-tiba Kina merasakan handphone yang dipegangnya bergetar. Dengan malas ia melihat ke layar handphone-nya tersebut. Sebuah pesan singkat dari teman kuliahnya. Siapa lagi kalau bukan Andrea. Teman baiknya.

“Lo putus sama julian ya? Kok bisa?”

Kina terdiam. Wajahnya tetap terlihat datar. Dan ketika ia meng-close pesan singkat itu, ia melihat wallpaper handphone-nya yaitu foto Julian, pria yang baru saja diseutkan dalam pesan singkat tersebut dan juga merupakan mantan kekasihnya itu. Mungkin, alasan tidak bersemangatnya ia hari ini juga karna putusnya hubungannya dengan pria yang sudah hampir setahun menjadi kekasihnya itu. Julian terlihat sangat tampan di dalam foto itu. Senyumnya yang selalu mampu menggetarkan hati Kina, berubah menjadi sayatan kecil yang menyakitkan dalam hati bila melihatnya. Mungkin baru nanti ia akan mengganti wallpaper-nya itu, pikirnya dalam hati.
Suara bising di dalam mobil tampaknya mulai mengganggu pendengarannya.  Kina menoleh pada Dira. Suara bising dari mainan robot Dira makin membuatnya tambah pusing. Dengan kasar Kina merebut maina Dira. Menekan tombol off dan meletakannya kembali ke pangkuan Dira. Dira menoleh kesal pada Kina. Orang ini rupanya baru saja mengganggu kesenangannya, pikirnya. Dengan segera Dira langsung mengacak-acak salah satu isi kantong belanjaan Maminya. Mencari sesuatu yang  bisa ia pukulkan ke Kina. Kina cuek saja sambil menoleh ke depan. Namun rupanya perbuatan Dira diketahui oelah Mami. Mami menoleh kesal sambil menghalau perbuatan Dira. Satu tangannya tetap memegang stir, dan tangan kirinya berusaha ke belakang untuk menghalau perbuatan Dira.
“Dira, stop! Jangan main-main sama belanjaan Mami!”
Kemudian Mami mengerem mendadak. Membuat seluruh penghuni mobil tersebut terdiam. Kina sadar saat ini mereka berhenti karna lampu merah. Mami terlihat menghelang nafas panjang dengan begitu lega. Dira juga terlihat terkejut. Hanya Kina saja yang terlihat biasa saja. Dilirik nya lampu yang masih menyalah merah. Buru-buru Kina keluar dari mobil sebelum lampu merah berganti warna. Dira tampak cuek dan kembali bermain dengan robot mainannya.
Mami menoleh heran. Ingin rasanya keluar dan menarik tangan Kina namun lampu merah mulai berganti warna. Dilihatnya Kina mulai menyebrang jalan dengan santai.
“Kin! Kamu mau kemana?” teriak Mami setelah memuka jendela mobilnya. Namun suara klakson dari belakang membuat ia harus segera kemali menjalankan mobilnya. Samar-samar Kina mendengar suara teriakan Mami yang memanggil namanya dan menyuruhnya kembali pada saat jam makan malam.

***

Lagi-lagi dengan pandangan kosong,  Kina menatap sarapan paginya yang hanya dengan tiga buah potong sosis dengan segelas susu hangat. Ia duduk tenang di atas kursi meja makan sambil memotong sosis nya menjadi ukuran yang leih kecil. Matanya sayup. Ia sendiri masih mengenakan baju yang dipakainya untuk tidur. Kaus berwarna putih sedikit longgar dengan  hot pants berwarna hitam. Makanan yang menjadi sarapannya kini pun ia sendiri yang membuatnya. Pemantu yang biasa bekerja di rumah mereka memang sedang izin pulang kampung, sehingga sebagian pekerjaan rumah ia lakukan sendiri.
Terdengar suara berisik dari Mami bersama Dira yang sedang menuruni anak tangga. Suasana seperti ini menjadi rutin dikerjakan di pagi hari. Berisik-berisik seperti ini yang membuat Kina menjadi terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Semenjak pembantu mereka pulang kampung, Mami jadi sedikit kewalahan bila Dira ingin berangkat sekolah. Karna biasanya, pemantu mereka yang menyiapkan keperluan Dira.
Tampaknya mobil jemputan sekolah Dira sudah datang dari tadi sedangkan Dira baru saja selesai berpakaian. Ia berlari ke sebuah kursi sambil menenteng sepasang sepatunya. Dengan segera Dira langsung memakai kaus kaki dan sepatunya. Mami turun dengan membawa tas sekolah milik Dira. Tangga di rumah ini memang berdekatan dengan ruang makan, sehingga saat Mami turun dari atas, ia bisa langsung melihat keadaan di ruang makan yang menjadi satu dengan seuah dapur bersih. Mami juga tampak kesal melihat tidak ada sarapan untuk Dira.
“Sarapan buat Dira mana? Kenapa gak sekalian dibuatin sih?” Omel Mami. Melirikpun tidak. Kina cuek saja menyelesaikan makan paginya. Dira melirik kesal kepada Kina. Ia baru saja menyelesaikan mengingat tali sepatunya. Dengan segera Dira bangun dari duduknya dan menghampiri Mami. Ia meraih tangan Mami kemudian menciumnya.
“Udah Mi, gak usah. Dira udah telat!” secepat mungkin Dira berlari keluar rumah sambil berteriak, “Daggghhh Mami!!!”
“Iya, sayang. Hati-hati.” Teriak Mami kemudian.
Setelah Dira pergi, Mami langsung menoleh pada Kina. Sikap cuek Kina terkadang membuatnya sangat kesal.
“Kamu kenapa sih Kin, setiap Mami minta tolong, kamu gak pernah mau?”
“Aku bukannya gak mau, cuma lagi males aja.” Ucap Kina datar tanpa menoleh pada Mami. Tatapannya terlihat kosong pada gelas susu miliknya.
Mami menghelang nafas panjang. Ia memang sering sekali terlibat pertengkaran dengan Kina hanya karna masalah kecil. Mami yang memiliki sifat cepat marah sedangkan Kina yang selalu terlihat santai justru membuat Mami semakin merasa terpancing emosi bila sedang bericara serius dengan anak-nya yang satu ini.
“Belakangan ini kamu kayak gak punya semangat hidup. Julian lagi?” Mami terlihat tersenyum sinis saat mengucapkan nama Julian. Mami memang kenal dengan Julian. Beberapa kali Kina memangs empat membawa Julian ke rumahnya. “Udahlah, ngapain sih kamu masih berhubungan sama anak orang kaya itu? Taruhan sama Mami, dia tuh gak bakal serius sama kamu.”
Kina melirik Mami sesaat. Dilihatnya Mami mulai sibuk membereskan sesuatu yang ada di sekitar meja makan. Dari dulu entah kenapa Kina merasa jika Mami sangat meragukan hubungannya dengan Julian hanya karna Julian merupakan anak seorang pengusaha kaya raya. Mami sering kali merasa jika keluarganya tidak akan pernah pantas bersanding dengan keluarga Julian.
“Aku udah putus sama Julian.”

No comments:

Post a Comment